22-24
Pebruari 2013 merupakan agenda rutin dari LPM Journal STMIK Amikom Yogyakarta, yaitu
Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar. Semua calon anggota (calang) diwajibkan
untuk turut serta dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Tak kurang
sekitar 18 calang mengikuti kegiatan tersebut yang diselenggarakan di wisma BIK
Kawasan wisata Kaliurang.
Para
peserta dan panitia meninggalkan kampus ungu tercinta sekitar pukul 8.30 pagi.
Tampak semua peserta tampak antusias dengan kegiatan tersebut, begitupun dengan
ku. Tak lupa pakaian ganti, alat tulis, hingga perlatan mandi telah berada pada
gendongan ku. Meski pada awalnya aku cukup kurang senang dengan kegiatan ini,
terlebih harus dilakukan dengan cara menginap membuat aku kehilangan gairah.
Tapi hal itu coba ku tepis dan mulai mengikuti ketukan yang telah ditentukan.
Tak
kurang dua bis dalam kota atau mungkin lebih tepatnya disebut mikrolet menjadi
tumpangan para peserta dan sebagian panitia. Selama dalam perjalanan suasana
cukup menyenangkan, awalnya. Namun, berangsur-angsur membosankan saat para
sebagian peserta mulai berpindah alam. Mereka tidur. Dan apa yang ku lakukan?
Tentunya mengabadikan momen tersebut. Dengan gaya bak seorang fotografer
profesional ku coba mengabadikan momen tersebut tentunya bukan menggunakan
kamera pribadi (hehe), pinjam itu tidak salah selama masih dikembalikan (hehe).
Sekali,
dua kali, ku coba jajal kemampuan ku pada Cannon EOS yang saat itu kugenggam.
Tidak begitu buruk, blurnya tidak terlalu walau cukup pada seluruh hasil
jepretan ku.
Tak
terasa waktu telah berlalu satu jam lebih, mobil yang ku tumpangi telah mulai
memasuki kawasan wisata alam Kaliurang. Nampak para peserta lain masih sibuk
dengan dunia mereka sendiri, entah apa yang mereka mimipkan tapi bisa ku tebak
kalau diantara mereka tidak ada yang mimpi buruk. Nampak kalem dan tenang saat
mereka kehilangan kesadaran.
Akhirnya
bis benar-benar berhenti pada tempat yang akn kami tempati selama 3 hari 2
malam kedepan. Terletak di daerah tinggi, berbentuk kuno, serta diselimuti cat
berwarna putih semakin memberi kesan dingin. (eh sejuk maksudnya).
Para
peserta mulai turun satu per satu dari mikrolet dan mulai merapihkan perkakas
mereka masing-masing. Setelah semua peserta merapihkan peralannya, panitia
mulai mengkordinir para peserta untuk sejenak beristirahat pada kamar-kamar
yang telah dibagi.
Setelah
beristirahat untuk sejenak para peserta berkumpul pada suatu ruangan pertemuan.
Peserta kemudian dilatih terkait ilmu-ilmu jurnalistik. Materi pertama
dibawakan oleh mas Ilham kemudian dilanjutkan oleh mas Satrio serta diakhiri
oleh istirahat untuk sholat jumat untuk sesi pertama.
Sholat
juma’at pun usai menandakan sesi kedua akan dimulai. Kembali para peserta
dikumpulkan pada ruangan pertemuan yang terasa dingin meski tidak menggunakan
pendingin dan tidak terasa gelap meski tanpa lampu. Para peserta diberi sedikit
tambahan materi sebelum blusukan mencari
berita.
Sebelum
mencari berita para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap
kelompok didampingi oleh seorang pendamping yang bertugas dalam mengarahkan
peserta kepada jalur-jalur yang telah dijalurkan. Setiap anggota kelompok
kemudian diberi tugas yang berbeda-beda satu sama lainnya. Setiap kelompok
harus memilik pencari berita terdiri dari dua orang jurnalis, jurnalis pertama
bertugas mencari berita untuk kolom topik utama dan yang lainnya untuk mengisi
kolom liputan, seorang bertugas sebagai penulis resensi, dan seorang lagi
bertugas sebagai penata letak isi, atau sering disebut dengan istilah layoter.
Dengan
bermodal alat liputan seperti sound
recorder, kamera, tanda pengenal, juga surat pengantar. Para peserta mulai
keluar kandang untuk mencari berita. Begitu pun dengan ku, dengan tanggung
jawab sebagai pencari berita untuk topik utama membuat isi berita ku harus
lebih menggigit dibandingkan teman saya yang kebagian tanggung jawab mencari
berita untuk kolom liputan.
Ku susuri
setapak demi setapak hingga akhirnya ku bertemu pada derasnya hujan, hingga tak
ayal bagian paha kebawah ku menjadi basah bermandikan hujan. Meski demikian
langkahku tetap maju kedepan, bukan mundur kebelakang, naik keatas, turun
kebawah, atau keluar? (pasangannya apa ya?)
Berkali-kali
ditolak tak membuat ku angkat koper dalam tugas ini, melainkan terus mencari
siapa lagi yang bakal menolak ku (lagi). Perjuangan ini ternyata membuahkan
hasil, akhirnya ada juga orang yang mau menerima kedatangan ku untuk mengulik
sedikit fakta tentang daerah tersebut, Kaliurang.
Alhasil
informasi ku dapatkan dan saat nya kembali ke kandang untuk menerjemahkan
kembali isi wawancara kedalam bentuk berita. Beberapa peserta juga tampak sudah
menyelesaikan tugas wawancara. Terlihat raut kebahagiaan sedikit terpancar dari
wajah lugu mereka (what lugu?).
Sampai di
kandang dan saatnya menyusun kedalam bentuk berita. Semua anggota kelompok bahu
membahu dalam mengerjakan tugas tersebut, terlihat banyak sekali diantara para
peserta yang menuntut kesempurnaan pada berita pertama mereka, alhasil acara
molor hingga beberapa jam lamanya. Tapi bagi ku itu adalah hal yang wajar karena
selain Bangsa Indonesia adalah negara yang selalu menuntut akan kesempurnaan
pada segala hal (masa ia?), Bangsa Indonesia juga adalah negara yang selalu
menjaga warisan budaya, yaitu jam karet.
Penyusunan
berita selesai saatnya berita hasil karya anak bangsa tersebut di evaluasi oleh
tim independen. Ada Mas Ilham dibidang penyusunan kata dan tata bahasa, Mas
Satrio dibidang penulisan resensi, serta tak ketinggalan Mas Feri dibidang tata
letak. Andai salah satu dari ketiga juri tersebut adalah wanita, aku takutnya
evaluasi ini jadi disangka acara pencarian bakat nyanyi pada salah satu
televisi swasta Indonesia.
Entah apa
yang tepat untuk menggambarkan situasi ini, beruntungkah atau sialkah?. Kami
mendapat penjurian pertama dari para juri-juri independen itu. Cukup banyak
masukan yang kami terima, terlebih terkait tulisan ku mas Ilham lebih suka
menyebutnya sebagai tulisan Adertorial atau berita iklan. Waktu juga banyak
termakan pada kelompok kami hingga tak pelak membuat kami harus tidur melewati run-down.
Hari
kedua. Tak ada yang terlalu berbeda dengan hari pertama. Hanya saja susunan
kelompok juga tugas yang ditata oleh panitia PJTD. Setelah sebelumnya menyelami
dunia pencarian berita, untuk kali ini saya memilih menyelam di kolam tata
letak. Ingin merasakan “nikmat”nya sebagai layoter.
Semua
peserta kembali melakukan hal serupa juga senada seperti hari sebelumnya.
Blusukan mencari berita hingga diantara mereka ada yang berkelana jauh melewati
batas RT. Untuk kegiatan berkendaraan sandal jepit sepasang, perjalanan
tersebut bisa dikatakan jauh.
Sebagai
penata letak saya bertugas di kandang untuk membuat tempat berita selagi
teman-teman masih sibuk mencari berita.
Setelah
beberapa menit mereka kembali dengan data-data mentah sebuah berita. Suasana
kembali ramai dengan berantakannya para jurnalis yang sedang sibuk membuat
berita. Lagi-lagi waktu menjadi kambing hitam saat tak ada yang mau
dihitamkambingkan. Tepat 30 menit sebelum batas akhir pembuatan berita, tak
satupun berita telah tertulis pada kolom-kolom berita. Tapi hal itu bisa
ditanggulangi dengan metode kerja cepat tanpa pengecekkan kembali.
Setelah
pembuatan berita seperti hari sebelumnya tahap berikutnya adalah evaluasi.
Kembali semua kelompok diberi masukan positif dari para juri-juri independen
dengan formasi sedikit berbeda dibandingkan hari kemaren, yakni posisi penilai
tata letak yang sebelumnya dijabat oleh Mas Feri pada hari kedua Mas Adam yang
menggantikan posisi tersebut.
Evaluasi
selesai, berikutnya adalah sesi istirahat. Panitia dan peserta membaur menjadi
satu, berkumpul bersama dalam satu tempat. Hingga waktu istirahat selesai, para
panitia pun kembali pada jabatan mereka masing-masing. Hubungan keakraban
antara sesama teman sejenak dibuat mode
un-active.
Materi
kepersmaan yang di bawakan oleh Mas Deni menjadi materi terakhir pada hari itu
sebelum ditutup oleh para panitia dan peserta dengan bermain cerdas-cerdas.
Sebuah permainan yang sudah berakar diantara masyarakat indonesia, tapi tentu
tidak sefenomenal dan seaneh cerdas cermat yang satu ini. Dengan format
suka-suka, membuat permainan ini menjadi kehilangan kharismatiknya. (hehe)
Kemenangan
oleh kelompok “I” yang kebetulan juga digawangi oleh saya dan teman-teman
menjadi penanda berakhirnya lomba cerdas-cermat juga seluruh kegiatan pada hari
itu.
Hari
ketiga. Para peserta kembali mendapatkan ilmu tentang jurnalistik. Kali ini
materi nya adalah materi kejurnalan dipentik oleh Mas Ngaliman. Hingga seluruh
materi tersaji para peserta semakin paham terkait jurnalistik, terbukti banyak
pertanyaan yang meluncur bebas dari pemikiran-pemikiran para peserta hingga
terkesan pertanyaan-pertanyaan merupakan pertanyaan yang tidak seharusnya
ditanyakan.
Materi
dari Mas Ngaliman berakhir kemudian kelas diambil alih oleh Mas Wowok selaku
mantan ketua umum Jurnal periode 2002. Mas wowok bertutur tentang segala hal
yang ia rasakan tatkala raganya terpaut pada lembaga pers tersebut. Sedikit
dorongan motivasi juga tak ayal menjadi bumbu-bumbu pada sepatah dua patah
katanya.
Mas Wowok
kemudian mengakhiri sambutannya atau bisa juga disebut curhatannya karena
banyak berisi intrik-intrik yang ia rasakan saat masih beralmamater Amikom.
Tanpa
terasa waktu pun mengantarkan kita mengantarkan para peserta, mengantarkan para
panitia pada akhir kegiatan tersebut. Segala materi dan praktek telah
dilakukan, ilmu pun telah tertanam menjadi satu bersama memori-memori lain.
Upacara
penutupan pun digelar, para peserta bersiap sambil memegang spanduk bertuliskan
Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar. Beberapa panitia mulai mengarahkan
Kameranya pada kami, melakukan fokus. Dan,,,, jepret. Blits kamera itu
menandakan secara resmi telah usai kegitan tersebut. Para peserta merapihkan
segala perlengkapannya dan bergegas pulang, meninggalkan kesan yang tak
terucap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar