Jika kita
berbicara tentang akademisi atau lembaga pendidikan sebut saja kampus, pasti
tidak akan terlepas dari berbicara masalah fasilitas yang ada di kampus
tersebut. Mulai dari fasilitas fisik seperti laboratorium, ruang belajar, hingga prasarana-prasarana lainnya. Selain
itu, tentu kita juga akan berbicara masalah fasilitator yang ada di kampus
tersebut, yakni dosen.
Dalam diskusi
tersebut atau lebih tepatnya obrolan santai pada siang itu, ada yang
mempertanyakan tentang kualitas dari seorang dosen muda. Terlebih jika dosen
tersebut hanya memiliki disiplin ilmu setara dengan strata satu dan baru saja
menamatkan studinya hingga minim akan pengalaman dunia pengajaran.
Untuk menentukan
seorang dosen adalah berkualitas atau tidak tentu kita harus mempunyai indikasi
yang rasional dan sama. Artinya rasional adalah dapat diterima akal atau
mungkin dilakukan oleh seorang dosen kemudian sama, maksudnya adalah
indikasi-indikasi tersebut harus sepaham antara satu kepala dengan kepala yang
lain agar tidak terjadi kesalahpahaman di lain waktu.
Sebagai
indikasi, apa sih yang harus dimiliki seorang dosen?
Dalam peraturan
dikti seorang dosen harus memiliki background pendidikan minimal S2 terlebih
jika dosen tersebut mengajar calon S1. Tapi apakah background pendidikan
menjamin kualitas dari seorang dosen?.
Pada
penerapannya hal tersebut bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya. Di
kampus saya misalnya banyak sekali dosen-dosen muda yang juga telah
menyelesaikan tugas Thesisnya sebagai syarat kelulusan sebagai mahasiswa strata
2 atau bergelar Master. Tapi dalam hal mengajar jauh panggang dari api. Out of
expect. Mungkin untuk ilmu dosen tersebut telah mapan bahkan lebih dari cukup
jika hanya untuk mengajar mahasiswa calon sarjana.
Lain hal dengan
seorang dosen fresh graduated yang diberi tanggung jawab untuk mengajar dan
kurasa ia tepat dalam posisi tersebut. Lantas kemudian mengapa dosen muda ini
dapat lebih kompeten dalam hal mengajar dibandingkan dosen lain yang memiliki
gelar akademik lebih tinggi?.
Usut punya usut
dosen muda tesebut telah melanglang buana dalam dunia pengajaran. Mulai dari
asisten dosen praktikum, kemudian beranjak naik hingga diberi tanggu jawab
sebagai dosen. Kemudian apakah dosen muda tersebut dapat dikatakan
berkualitas?.
Secara umum
kualitas ditentukan dari output atau keluaran. Jika keluaran pada suatu didikan
berhasil maka pendidikannya bisa dikatakan berkualitas, jika keluaran pada
suatu didikan tidak memenuhi harapan/tujuan berarti pendidikannya dapat
dikatakan tidak berkualitas atau gagal. Just simple.
Sehingga dalam
kasus diatas dapat kita simpulkan bahwa dosen dapat dikatakan berkualitas atau
tidak adalah berdasarkan hasil binaan atau didikan dari dosen tersebut. Gimana
hasilnya? Apa hasilnya? Dan indikasi-indikasi nyata lainnya. Just it.
Kemudian apa sih
yang paling utama dalam mengajar?. mengapa tidak semua dosen mampu menjadi
dosen berkualitas dengan menghasilkan kualitas-kualitas unggul?.
Mengajar,
berasal dari kata ajar yang bermakna memberi tahu, mengarahkan dan masih banyak
lagi. Hingga sederhananya menurut saya menjadi pengajar berkualitas bukan dari
IQ yang tinggi atau gelar yang banyak, tapi dari bagaimana cara mentransfer
suatu gagasan atau ilmu kepada murid atau didikan agar dapat mudah dimengerti
atau diterima oleh nalar didikannya tersebut, dalam hal ini mahasiswa.
Jika ada seorang
dosen yang mampu mentransferkan apa yang ingin ia “transfer” kepada
muridnya/mahasiswa dan kemudian “data” tersebut sampai kepada mahasiswanya
sesuai harapan atau tujuan, maka bagi saya itulah yang disebut dosen
berkualitas. Just it, and no more.
dosen yang berkualitas itu bukan hanya cara mengajar saja tapi juga sering nulis di jurnal ilmiah minimal artikel di mass media kalau bisa bikin buku. sekarang kelemahan dosen kita ialah tidak bisa nulis. banyak doktor yang tidak ada karya ilmiahnya berbentuk buku paling tidak jurnal ilmiah. Di PTS gelar doktor lebih diakui dari pangkat akademik karena banyak dosen yang nggak punya pangkat akademik
BalasHapus