Jika aku mati
jika aku mati kelak, tidak ada yang tertinggal untuk kuwariskan, selain puisi ini
jika aku mati kelak, saat itulah aku bertemu sepi yang sesungguhnya
dan pelahan-lahan kau melupakanku
jika kelak aku tak ada lagi di sini,
maka kuburlah puisi ini dalam deras hujan yang turun diam-diam
Jika aku mati kelak dan kau masih mengingatku
Maret 2012
Tentang Hujan
aku mendengar sepi berjatuhan dalam hujan
seperti tak tertahan
warna hitam dan segala yang terlepaskan,
hanyalah diriku
dingin udara nafasku
adalah sepenggal bait pendek tanpa pintu
tanpa rindu
aku mendengar hujan sepertiku. Sendiri.
membelenggu
Maret, 2012
Pemahat Pisau
Dengarkan, ia bercerita tentang bara
di sebuah desa terpencil tanpa nama
ketika senja memerah kesumba
Aku telah memahat nasibku
—seumpama empu
dalam sebilah besi dan gagang kayu
maka, kubentuk nasib ini
ke arah maghrib yang sunyi
Kusatukan nubuat ini satu-persatu
tatkala hari kembali dalam warna abu
dan bara membiru
Sejarah adalah senjata—dikuasai luka
maka, kuriwayatkan liku hidupku
serupa hikayat dan tamsil
lihatlah, ujung tajam ini—mengucilmu
dalam suasana yang sentimentil
Dan inilah tubuhku
meruncingmu belaka
hingga hampa benar-benar
kaku tak berwarna
2012
Tuan Kupu-Kupu
Seperti apa lelaki? Katamu, ia diciptakan dari
Penggalan-penggalan sunyi.
Dan ia tidak bertanya, kepada siapa kesenangan
Dituntaskan, melainkan hanya bergema
Dalam sebuah rahasia
Bilamana ia menemukan cinta,
Tiadalah hanya pada pahit kopi dan pekat malam
Belaka. Itulah rumah sesungguhnya.
2012
Cerita Tentang Kotamu
menatap kotamu dalam segelas hujan
lampu-lampu jatuh berpijaran
kenangan yang merembes kesendirian
di antara pintu dan jendela kaca,
warna gelap bertambah samar
kitalah kematian dalam bayang-bayang malam
lalu jatuh,
dilupakan
2012
Penari Topeng
Bebaskan aku, menuju langitmu
sebelum kematian merenggutku
dan fragmen tarian
akan membawaku pulang dari tubuh ini
aku berumah dalam usia
pada nubuat senja
begitu tuhan membaginya lewat angin
debu-debu tubuhku sampai di tanah ini
bebaskan aku, kembali padamu
sebelum hari membakar kayu
dan rindu berubah latu
itulah kenapa bara tak sekekal dulu
sebab aku akan segera pergi
begitu wajahku terisi sunyi
2012
Revolusi
setiap pagi aku mati
dalam letusan-letusan sunyi
radio, buku puisi, senjata, bendera, dan segala yang tak bernama
berwujud peluru
menghentikanku
seorang presiden mengasingkan diri; ketika demonstrasi
begitu tiba-tiba. rakyat hanya tertawa, ketika mahasiswa membakar ban
dan langit menurunkan hujan
aparat memukuli mereka dengan pentungan
aku menelanjangi tubuhku—kaku
2012
fb http://www.facebook.com/dwirahariyoso
jika aku mati kelak, tidak ada yang tertinggal untuk kuwariskan, selain puisi ini
jika aku mati kelak, saat itulah aku bertemu sepi yang sesungguhnya
dan pelahan-lahan kau melupakanku
jika kelak aku tak ada lagi di sini,
maka kuburlah puisi ini dalam deras hujan yang turun diam-diam
Jika aku mati kelak dan kau masih mengingatku
Maret 2012
Tentang Hujan
aku mendengar sepi berjatuhan dalam hujan
seperti tak tertahan
warna hitam dan segala yang terlepaskan,
hanyalah diriku
dingin udara nafasku
adalah sepenggal bait pendek tanpa pintu
tanpa rindu
aku mendengar hujan sepertiku. Sendiri.
membelenggu
Maret, 2012
Pemahat Pisau
Dengarkan, ia bercerita tentang bara
di sebuah desa terpencil tanpa nama
ketika senja memerah kesumba
Aku telah memahat nasibku
—seumpama empu
dalam sebilah besi dan gagang kayu
maka, kubentuk nasib ini
ke arah maghrib yang sunyi
Kusatukan nubuat ini satu-persatu
tatkala hari kembali dalam warna abu
dan bara membiru
Sejarah adalah senjata—dikuasai luka
maka, kuriwayatkan liku hidupku
serupa hikayat dan tamsil
lihatlah, ujung tajam ini—mengucilmu
dalam suasana yang sentimentil
Dan inilah tubuhku
meruncingmu belaka
hingga hampa benar-benar
kaku tak berwarna
2012
Tuan Kupu-Kupu
Seperti apa lelaki? Katamu, ia diciptakan dari
Penggalan-penggalan sunyi.
Dan ia tidak bertanya, kepada siapa kesenangan
Dituntaskan, melainkan hanya bergema
Dalam sebuah rahasia
Bilamana ia menemukan cinta,
Tiadalah hanya pada pahit kopi dan pekat malam
Belaka. Itulah rumah sesungguhnya.
2012
Cerita Tentang Kotamu
menatap kotamu dalam segelas hujan
lampu-lampu jatuh berpijaran
kenangan yang merembes kesendirian
di antara pintu dan jendela kaca,
warna gelap bertambah samar
kitalah kematian dalam bayang-bayang malam
lalu jatuh,
dilupakan
2012
Penari Topeng
Bebaskan aku, menuju langitmu
sebelum kematian merenggutku
dan fragmen tarian
akan membawaku pulang dari tubuh ini
aku berumah dalam usia
pada nubuat senja
begitu tuhan membaginya lewat angin
debu-debu tubuhku sampai di tanah ini
bebaskan aku, kembali padamu
sebelum hari membakar kayu
dan rindu berubah latu
itulah kenapa bara tak sekekal dulu
sebab aku akan segera pergi
begitu wajahku terisi sunyi
2012
Revolusi
setiap pagi aku mati
dalam letusan-letusan sunyi
radio, buku puisi, senjata, bendera, dan segala yang tak bernama
berwujud peluru
menghentikanku
seorang presiden mengasingkan diri; ketika demonstrasi
begitu tiba-tiba. rakyat hanya tertawa, ketika mahasiswa membakar ban
dan langit menurunkan hujan
aparat memukuli mereka dengan pentungan
aku menelanjangi tubuhku—kaku
2012
fb http://www.facebook.com/dwirahariyoso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar