Pernah
dalam akun facebook pribadi saya, saya menulis status. Pada tanggal 5 Februari
2013. “ada gak pengguna akun (facebook) yang sekarang kelas 1 smp?”. Saya
mencoba jejak pendapat tentang klasifikasi umur pengguna facebook. Dalam asumsi
saya, anak yang saat ini berada di kelas 1 smp dan telah mempunyai akun
pengguna facebook dipengaruhi oleh perkembangan budaya modern atau
kemodernisasian.
Tanpa
disangka, status tersebut di komen oleh tidak lain adalah adik sepupu saya
sendiri yang memang saat ini berstatus pelajar kelas 1 smp. Dengan santai dia
membalas “aku a” (a atau aa dalam bahasa indonesia adalah kakak). Tujuan saya
terpenuhi, mencari pengguna facebook yang masih kelas 1 smp, atau dalam artian
tahun lalu dia masih kelas 6 SD yang artinya lagi dia baru beranjak dari dunia
anak-anak (sekolah dasar).
Tidak
puas sampai disitu, pada tanggal 8 februari 2013, 3 hari setelah melakukan
survei pertama saya kembali melakukan survei melalui akun facebook pribadi
saya. Saya menuliskan status “kemaren ketemu pengguna facebook yang kelas VII
(1 smp). Kalau pengguna facebook yang kelas V atau VI ada gak ya?”. Tujuan dari
survei kedua adalah mencari pengguna facebook yang lebih muda dari sebelumnya,
satu tahun, dua tahun dibawah survei pertama atau mungkin bisa lebih muda lagi.
Seperti
telah di duga sebelumnya, ada yang berkomentar pada status saya. “ada .. sepupu
saya kelas VI”. Target terpenuhi kembali, meski saya tidak bertemu secara
langsung siapa orangnya, apa nama akunnya tapi dengan pernyataan itu hipotesa
atau dugaan sementara saya berubah menjadi suatu kesimpulan. Ternyata anak SD
sudah aktif menggunakan facebook”.
Tiba-tiba
sepupu saya yang beberapa hari yang lalu berkomentar perihal survei yang sama,
turut memberikan komentarnya juga pada status saya. “diih yang kelas 3 juga ada
a”. Balasnya seakan-akan bermaksud (ada
yang jauh lebih muda kok dari kelas VI). Lantas setelah membaca status tersebut
saya berpikir. “untuk apa anak sekecil itu main facebook?”, secara spontanitas
muncul dari kepala saya.
Kemudian
ada pula yang berkomentar sama dengan adik sepupu saya. Mereka tinggal dalam
tempat yang berbeda, yang satu di kota Tangerang dan yang satunya di kota
Sorong. Mereka sama-sama mempunyai pernyataan yang sama meski ruang sampel
mereka berbeda, berarti kesimpulan dari kedua komentar tersebut adalah facebook
sudah begitu familiar bagi anak-anak Indonesia, ya Indonesia karena menurut
hasil survei Indonesia masulk kedalam 5 besar pengguna facebook terbesar di
dunia, mengalahkan Amerika dan negara-negara Eropa. Ya, facebook mempunyai
kepopuleran yang cukup tinggi hanya dikalangan penduduk asia, tepatnya asia
tenggara.
Tajuk
diatas adalah sebagai acuan, atau mungkin sebuah fenomena yang sedang terjadi
atau melanda negeri Indonesia ini. Sebuah fenomena dimana telah terjadi
kemelorosatan budaya pada anak masa kini (kekinian). Kemelorosotan budaya? Apa
maksudnya?. Ya Indonesia adalah negara berbudaya dengan sekian ragam suku
Indonesia tentu memiliki banyak tatanan yang beragam dan unik.
Saat
ini remaja bahkan anak-anak telah tercandu oleh dimensi modernisasi. Sekarang
bukan lagi hanya ada dimensi ruang dan dimensi waktu, melainkan sudah lahir dan
tumbuh menjadi seorang anak remaja dimensi modern. Dimensi yang sebenarnya
bersifat netral, bersifat pisau, atau mungkin bersifat sungai.
Dimensi
ini pada hakikatnya bertujuan untuk membantu atau mempermudah pekerjaan
manusia, tapi akibat kesalahan fungsi dan tujuan dari para pengguna dimensi
ini. Maka saat ini dimensi ini menjadi dimensi yang sangat berbahaya, bahkan
lebih berbahaya dibandingkan dimensi waktu sekalipun.
Ya,
ibarat pisau. Pisau dapat digunakan untuk kebaikan bisa juga untuk keburukan.
Pisau dapat digunakan untuk mengupas buah, atau memotong sayur pisau juga dapat
digunakan untuk membunuh atau tindakan kejahatan lain. Lantas fungsi mana yang
lebih sering dipakai?. Tergantung.
Tergantung siapa yang pakai.
Facebook.
Diciptakan oleh seorang mahasiswa Amerika yang pada mulanya bertujuan untuk
memudahkan komunikasi diantara anggota kelompoknya, kemudian berkembang menjadi
komunikasi diantara para mahasiswa di kampus tersebut, hingga akhirnya
berkembang menjadi untuk komunikasi lintas negara.
Semua
orang dapat mengakses dan menggunakannya. Tapi apakah semua orang boleh
menggunakannya?. Secara aturan tertulis tidak ada, tapi secara etika atau norma
jelas ada. Porn site dibuat untuk orang kategori dewasa (diatas 18 tahun).
Semua orang dapat mengaksesnya, tapi tidak semua orang boleh menggunakannya.
Situs, web, atau apapun diciptakan sesuai fungsinya masing-masing, dan
diharapkan tidak keluar dari koridor tersebut.
Pada
awalnya facebook diperuntukan kepada para mahasiswa di Harvard University. Tapi
sekarang seluruh dunia dapat menjadi member dari akun tersebut. Semua umur atau
bahkan semua back ground pendidikan dapat mengaksesnya. Facebook dicipktakan
untuk mempermudah komunikasi dan memotong batas negara dan wilayah yang ada.
Untuk menjalin sebuah pertemanan. Dan berinteraksi satu sama lainnya.
Lantas
kalau anak SD kelas 3 telah menggunakan facebook. Apa yang ia cari?, pernah
saya mempertanyakan hal tersebut melalui akun facebook pribadi saya. Dan yang
menjawab adalah anak usia 13 tahun, atau normalnya berada di kelas VII, apa
jawabannya? “berbagi dengan teman, memperbanyak teman, menambah ilmu, wawasan
dan pengalaman (baik dari teman-teman atau grup-grup yang ada). Dengan lugas
dan tegas ia menjawabnya. Jawaban terlihat begitu terstruktur dan jelas.
Singkat nan padat.
Menurut
saya hal itu adalah tepat, sesuai dengan tujuan awal dari diciptakannya situs http://www.facebook.com/ . tapi
apakah anak berumur 13 tahun atau anak kelas 3 SD akan mendapatkan keuntungan
itu?. Jika orang dewasa yang menggunakan facebook banyak diantara mereka yang
menggunakan facebook untuk mencari relasi (teman bisnis), berbisnis, dan
mencari pertemanan. Ya, aspek mencari pertemanannya sama. Tapi apakah
implementasinya sama? Tentu tidak.
Kemunduran
dari bangsa sudah semakin nyata dan terlihat dari para anak bangsa. Mereka
hanya sibuk menghabiskan waktu mereka untuk bermain facebook, twitter atau hal
lainnya. Yang mana segala hal itu dipengaruhi oleh modernisasi. Kreativitas
dari anak bangsa semakin merosot dan menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar