Suasana
malam mulai terasa semakin dingin dan menusuk, keheningan pun mulai terasa. Air
mata pun terjatuh dari sudut mata Aliya. Tak ada suara. hanya guratan kesedihan
yang tak bisa terbendung dari wajah anggun Aliya. Deni hanya bisa
menenangkannya dengan mengusapkan air matanya dengan kedua jempolnya sambil
berkata.
“kamu
jangan nakal ya? Mas pasti akan balik dan melamar mu”
Aliya
hanya bisa mengangguk ringan sambil tersenyum simpul. Meski ia sungguh tak bisa
menghentikan rintikan air matanya yang terus jatuh seakan-akan tak mau
berhenti. Dengan tatapan tajam Aliya menatap wajah deni yang penuh keteduhan.
Tanpa berucap selirih kata.
Akhirnya
mereka pun berpelukan untuk yang terakhir kali, sebelum mereka benar-benar dipisahkan
oleh keheningan malam dan air mata.
***
Setiap
hari Aliya hanya melihat layar hand phone nya. Berharap ada pesan atau
panggilan dari sang terkasihnya Deni. Namun, bagai ditelan bumi. Deni seakan
benar-benar hilang dari kabar. Jangan kan pesan yang penuh dengan kata-kata
romantic, pesan yang bertuliskan “Assalamu’alaikum” pun tak kunjung hadir
menghiasi layar telepon genggam Aliya.
Aliya
masih tetap berharap akan ad kabar dari Deny. Meski mungkin hal itu kini
bagaikan memindahkan memindahkan gunung. Hal yang dahulu begitu sering
dilakukan oleh Deny kini tak lagi. Hanya sebuah foto berukuran 2R yang menjadi
hiburan Aliya dikala ia sangat merindukan sosok Deny.
Aliya
terus memadang foto itu hingga terkadang ia meneteskan air mata. “Mas kamu
dimana?, kok gak pernah ngabari aku?”, gumam Aliya sambil menitihkan air mata.
Ia kini menjadi sosok yang kehilangan semangat hidup, ia tak mau untuk membuka
hatinya untuk orang lain. Meski kabar dari Deny tak kunjung datang.
***
“assalamu’alaikum”,
sebuah pesan singkat muncul dari layar telepon genggam Aliya. Ia lihat pada
atas layar ternyata bukan bertuliskan “Mas Deny” melainkan Hendra. Teman
sekelasnya yang cukup pintar dengan wajah yang begitu berkharismatik. “wa
‘alaikumsalam”, balas Aliya ringan.
“sedang
apa? J”
sambil menambahkan senyum pada akhir pesan yang sering dilakukan Deny
kepadanya. Sejenak ia teringat pada pesan-pesan singkat Deny kepadanya yang
dahulu menjadi kebiasaan Deny.
“emang
kenapa?”, tanyanya balik.
“ah
nggak kok J”
Kembali
Hendra mengakhiri pesannya dengan menambahkan senyum itu. Senyum yang begitu
membekas. Akhirnya perbincangan melalui pesan singkat terus berlanjut. Hingga
malam dan kantuk yang menghentikan pembicaran diantara mereka.
***
Hubungan
diantara Aliya dengan Hendra kian hari kian dekat. Gurat kesedihan yang dulu
menjadi hiasan wajah Aliya kini berganti menjadi guratan tawa dan canda. Ia
kini seperti telah terlahir kembali. Sejenak ia dapat melupakan Deny yang telah
menghiasi hatinya selama 1 tahun terakhir. Mungkin masih terlalu singkat. Tapi
karena cinta yang diberikannya begitu tulus yang membuat Aliya begitu sulit
melupakan Deny.
“Sedang
apa? J
”, lagi-lagi pesan dari Hendra yang menghiasi layar telepon genggam Aliya.
Bukan dari Deny yang telah menjadi belahan jiwa Aliya. Dengan cepat Aliya
membalas pesan singkat itu. Bahkan dengan perasaan yang sedikit berbeda ia
menanggapi pesan singkat itu.
Aliya
kini seakan telah berubah haluan, ia seperti tak perlu menunggu akan turun
hujan yang sedari lama tak kunjung turun. Ia kini telah menemukan hiburan baru
yang bisa menentramkan hatinya dan juga dan menghilangkan kejenuhannya itu
akibat menunggu hujan yang tak kunjung membasahi bumi.
Kedekatan
mereka tak bisa dihindarkan lagi, benih-benih cinta diantara mereka seakan
telah tumbuh dan siap menjadi bunga-bunga kecil yang kemudian bermekaran dan
memancarkan semerbak keharuman. Mereka menjadi tidak malu-malu lagi untuk
menunjukan keromantisan mereka di depan teman-teman mereka. Dan kini Aliya
seakan telah benar-benar pergi dari rumah tak berpenghuni itu.
***
“Aliya
mau kah kamu menjadi pacar ku”, tiba-tiba suara itu keluar dari bibir Hendra.
Sesosok pria yang pada awalnya hanya menjadi penghias malam tanpa bintang. Dan
menjadi mata air dalam kehausan hati. Sejenak ia terlempar pada beberapa saat
silam. Ia kembali teringat pada raut wajah Deny yang begitu menyejukkan ia juga
kembali teringat dengan semua romantika Deny. Suara Deny seakan bergaung di
telinganya. Kata-kata manisnya. Semua memori itu kembali muncul lagi, dan bergerak
begitu cepat. Aliya menjadi begitu
bingung dengan semua ini. Apa yang harus ia lakukan? Kini menjadi hal yang
begitu sulitt dilakukan. Meski ia hanya cukup menjawab ya atau tidak.
Dalam
keheningannya itu. Tiba-tiba terdengar suara yang berbisik lirih ditelinga Aliya.
“kamu jangan nakal ya? Mas pasti akan kembali dan melamar mu”.
Suasana
pun menjadi hening, tak ada sepatah kata yang terlontar dari bibir mungil Aliya.
Sejenak ia terdiam, kebingungan semakin tampak
pada raut wajah Hendra. “apa salah ku? mengapa Aliya tak membalas cinta ku?
apakah Aliya memang tidak mencintai ku?” gumam Hendra bingung dalam hati.
“aku
mau menjadi pacar mu Hendra”, dengan
lirih Aliya menjawab.
Keheningan
seakan dipecahkan oleh suara lirih itu, Hendra menoleh. Raut wajah Hendra
berangsur-angsur mulai tersenyum. Tapi tidak dengan Aliya. Ia menjadi murung
akibat jawaban yang baru saja ia lontarkan. Aliya tak mengerti apakah ia
benar-benar mencintai Hendra yang telah menghiasi hidupnya kini. Atau kah Aliya
hanya kasihan pada Hendra dan menerima Hendra. Atau bahkan apakah cintanya pada
Hendra hanya pelarian semata?.
Sejenak
ia terdiam. Keheningan pun kembali terasa. Dingin juga bukan hanya menjadi
hiasan malam tapi jua telah menembus hingga tulang-tulang. Tak ada yang
berucap. Seakan ada bisikan dan menguatkannya. “kamu pilih saja Hendra toh Deny
juga tak ada kabar dan mungkin kini ia telah memiliki kekasih yang lain diluar
sana”. Kata-kata itu terdengar Aliya seperti rekaman kaset yang terus berputar
dan tak tau sampai kapan akan berakhir.
Hendra
memberanikan diri untuk memecah keheningan malam itu.
“kenapa
Aliya? Ada apa dengan mu?”
Hanya
gelengen kepala yang menjadi jawaban atas pertanyaan yang begitu sulit
dijawabnya.
“apakah
kamu ragu dengan jawaban mu itu?”
Keheningan
pun kembali terasa. Hendra terdiam. Tak
ada gurauan tak ada candaan. Hanya keadaan yang terlihat begitu kaku oleh
sepasang insan yang mulai merasakan benih-benih cinta.
Lima
belas menit berlalu tanpa ada seuntai kata yang keluar dari mulut kedua insan
ini. Hanya dingin yang kini begitu terasa. Tapi perasaan bingung yang
dirasakann Aliya membuat dingin hanya sebagai hiasan malam yang tak terasa.
Aliya
mulai menarik nafas panjang. Hendra menolah dengan penuh harapan. Aliya mulai
memberanikan diri menguraikan benang kusut yang sedari tadi menggumpal di dalam
pikirannya.
“hen,
aku tahu kamu mencintaiku. Aku tahu kamu menyayangi ku. dan kamu juga telah
begitu baik dengan ku” lirih Aliya mengutarakan isi pikirannya yang sedari tadi
menjadi beban pikirannya.
“lantas.
Apakah kamu tidak mencintai ku?”, Tanya Hendra penasaran.
Aliya
menggeleng. Aliya melanjutkan kata-katanya.
“aku
pun mencintai mu Hen. Tapi aku masih ragu dengan perasaan ku sendiri”
“apa
kamu tidak yakin kalau aku benar-benar mencintai dan menyayangi mu”
“tidak
hen, bukan itu”
“lantas
apa?”, balas Hendra dengan sedikit menaikan suara.
Air
mata tak pelak tumpah dari sudut-sudut mata Aliya. Mengalir bagaikan aliran
sungai yang begitu deras. Tanpa suara isakan.
“maaf
Aliya jika saya kasar”
“bukan,
Hendra. Bukan itu yang membuat ku menitihkan air mata ini.”
“aku
hanya ragu tentang perasaan suka ku pada mu. Yang dahulu walau segenggam kapas
pun tak ada. Namun karena kebaikan mu pengertian mu dan segala apa yang telah
kau beri. Segenggam kapas itu kini telah berubah menjadi setumpuk gunung yang
amat tinggi. Mungkin kamu menilai kata-kata ku terlalu berlebihan. Tapi itulah
yang kurasa”
“lantas
apa lagi yang membuat mu sulit menrima ku?” balas Hendra pelan.
“sebelum
kau datang dalam hidup ku . . . .”, Aliya mulai menceritakan kisah klasik nya
yang telah tertimbun dalam sanubarinya. Ia menceritakan tentang segala hal yang
menjadi alasan mengapa ia sulit menerima Hendra dengan pasti.
Lalu
ia mulai bercerita mengenai hubungannya dengan Deny hingga perpisahannya dengan
Deny dan janji nya. Yang membuat Aliya begitu bimbang dengan keputusannya.
Dengan
tenang, atau lebih tepat Hendra mencoba tenang menanggapinya.
“lia,
aku tidak memaksa mu menjadi bagian dalam hidup ku secara utuh. Aku hanya ingin
kau menjadi yakin dengan apa yang menjadi keputusan mu nanti”.
Hendra
melanjutkan.
“aku
tahu, kamu begitu merindukan sesosok Deny yang telah menhiasi hidup mu. Tapi
apakah kamu tidak melihat kehadiran ku yang begitu nyata dihadapan mu?”
“Deny
telah lama hilang dalam kehidupan mu. Dan kamu? kamu tidak tahu apa yang telah
terjadi padanya. Apakah ia telah memiliki kekasih lain atau tidak kamu tidak
mengetahuinya”, sambung Hendra meyakinkan Aliya.
“apakah
kamu akan akan membiarkan dirimu larut dalam penantian yang tiada berkhir?”.
Hendra
mengurai tanggapannya bertubi-tubi hingga tak member Aliya untuk membalas
tanggapannya itu. Aliya melihat Hendra dengan penuh keyakinan. Tak ada suara
tak ada lantunan kata yang terlontar dari bibir mungil itu.
Hendra
terdiam. Dan kembali keheningan yang mengambil peran. Dikala dua insan ini
mulai terdiam kaku. Dibawah sorotan lampu taman. Malam tampak begitu indah
dengan purnama yang begitu terang dan besar. Mungkin malam ini adalah super moon. Tapi tak begitu indah oleh
yang dirasakan dua insan muda ini.
“ya
aku mau”. Lagi-lagi kata-kata dari bibir Aliya yang memecah kebuntuan malam.
“aku
akan mencintai mu dengan utuh”.
Hendra
berbalik. Hendra kini merasa benar-benar bahagia. Ia tak bisa menutup
perasaannya itu. Perasaan yang sejak lama ia nantikan.
“apakah
kamu yakin dengan kata-kat mu Aliya?”, Hendra meyakinkan dirinya.
Aliya
mengangguk. Bukan menggeleng yang menjadi kebiasaannya.
“bagaimana
dengan penantian mu selama ini?”, Tanya Hendra ragu.
Aliya
menarik nafas panjang. Kemudian ia mengutarakan isi hatinya.
“aku
telah menunggu Deny sejak lama. Kabar pun tak tersirat oleh nya. Hingga membuat
aku menjadi frustasi dan kacau. Dalam kekacauan pikiran ku ini. Aku menemukan
mu yang seakan menjadi mata air ku, yang selalu menyejukkan hari-hari ku.”
Hendra
tersenyum.
“boleh
kah aku memeluk mu?”
Aliya
mengangguk. Kini bukan gelengang kepala yang menjadi kebiasaannya melainkan
anggukan kepala.
Mereka
pun berpelukan dibawah lampu taman yang meyoroti mereka begitu tajam. Serta
ditemani kilauan cahaya purnama yang begitu indah. Perasaan bimbang, kacau, dan
sedih kini telah melebur menjadi luapan kebahagiaan pada diri Aliya. Air mata
pun kembali gugur dari matanya yang begitu indah. Tapi bukan air mata
kekecewaan. Akan tetapi air mata kebahagiaan dan kelegaan hati.
***
Setelah
kejadian itu mereka menjadi semakin dekat. Dan benih-benih cinta itu telah
tumbuh menjadi bunga-bunga yang telah bermekaran. Hingga tak terasa masa putih
abu-abu akan segera mereka tinggalkan. Segala kenangan yang pernah mereka alami
pun akan menjadi bingkai pada kehidupan mereka dikala hari telah senja nanti.
Hari
yang dinanti-nanti akhirnya menghampiri mereka. Hari dimana lonceng tanda
perpisahan di bunyikan. Hari dimana seragam putih abu-abu harus diganti. Semua
siswa tampak larut dalam kebahagiaan itu. Tak terkecuali dengan Aliya. Ia
begitu tak sabar untuk melanjutkan study nya kejenjang perkuliahan, meski
kesedihan tak bisa terelekan dari wajah
anggunnya.
Pembawa
acara mulai naik ke atas panggung.
Sebagai tanda acara perpisahan kelas XII akan segera dimulai. Semua
siswa tampak cantik dan gagah dalam balutan kebaya dan jas. Tak terkecuali Aliya
yang menggunakan kebya coklat serta membiarkan rambutnya terurai rapih.
Acara
pun dimulai dengan suka cita. Pentas hiburan mulai dipentaskan. Dan para
siswa/siswi tampak larut dalam acara itu. Hingga ketegangan terasa ketika acara
telah memasuki bagian pengumuman kelulusan.
Raut
ketegangan mulai terpancar dari wajah siswa/siswi kelas XII. Mereka dengan
seksama mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari pembawa acara.
“sebelum
masuk pada acara utama yakni pengambilan amplom kelulusan oleh para siswa/siswi
kelas XII. kami akan menyebutkan siswa/siswi yang masuk 10 besar”. Ucap pembawa
acara
Para
siswa tampak mulai tegang. Raut kecemasan sangat jelas terlihat dari
wajah-wajah mereka. Satu persatu pembawa acara mulai menyebutkan nama mereka. Satu
per satu diantara mereka juga maju mengambil hasil mereka dan dikalungkan
cendra mata oleh kepala sekolah.
Hingga .
“yang
mendapatkan peringkat 3 adalah…. Aliya Trihapsari”, ucap sang pembawa acara.
Riuhan tepuk tangan pun menggema ruang perpisahan. Dari tempat duduk para orang
tua murid Kedua orang tua Aliya tampak haru mendengar anak semata wayangnya itu
mendapat peringkat 3 besar. Tak lupa Hendra memberikannya selamat. Aliya naik
ke atas panggung untuk mengambil hasil nilai ujiannya dan dikalungkan cendra
mata oleh kepala sekolah.
Ketika
ia mengambil hasil ujian dan dikalungkan cendra mata. Dari atas panggung, tanpa
sengaja mata Aliya tiba-tiba menangkap sesosok pria yang begitu akrab
diingatannya. Dari jauh pria itu tampak larut dalam kebahagiaan Aliya sambil
tersenyum, pria itu bertepuk tangan untuk Aliya. Aliya mencoba mengingat
kembali tentang siapa pria itu. Pria itu seakan tidak begitu asing diingatan
mudanya. Aliya seakan sering bertemu dengan pria itu. Tiba-tiba ia seakan ke
masa lalu. Kala pria itu dulu masih bersamanya. Deny. Tiba-tiba nama itu muncul
secara tiba-tiba, nama yang telah terpendam dalam lembah hati yang paling
dalam. Kini muncul kembali dan seakan ingin berteriak “aku masih ada”.
Wajah
Aliya menjadi kaku, ia menjadi bingung dengan keadaan ini. Seakan ingin
berteriak kalau mengapa ini terjadi?. Dia seakan dihadapkan oleh jalan buntu. Aliya
mempunyai janji dengan Deny dan kini ia telah menjalin hubungan dengan Hendra.
Bahkan suatu hubungan yang kian dekat dan semakin dekat. Aliya dan juga sudah
begitu akrab dengan keluarga Hendra, begitu pun dengan Hendra.
***
Seusai
acara perpisahan itu. Para siswa tampak hanyut dalam luapan kegembiraan, mereka
berfoto-foto. Ada juga yang berpelukan. Suasana gedung perpisahan yang tadinya
begitu kaku kini menjadi santai dan penuh tawa canda. Begitu pun dengan Aliya
yang tak mau melewatkan momen ini. Dia menyempatkan untuk berfoto bersama
teman-temannya. Kemurungan dan kebingungan yang ia rasakan tadi, Nampak
berangsur-angsur mulai hilang. Ketika ia sedang sibuk berfoto ria. Tiba-tiba
datang sesosok pria yang sempat menjadi perhatiannya tadi.
“selamat
ya lia”, suara itu memecah riuahan suara teman-temannya.
“ia”, Aliya berbalik.
Aliya
kaget, ia seakan tak kuasa menahan kebingungannya terhadap pria yang sekarang
berada di depannya kini. Aliya benar-benar tak menyangka bahwa pria yang tadi
ia lihat adalah benar-benar Deny. Dan kini pria itu telah berdiri tepat
didepannya.
“apa
kabar?”
“mmm,,
baik”, jawab Aliya seperti ada sesuatu yang disembunyikan.
Dengan
cepat Aliya menggandeng pria dan mengajaknya ke luar gedung. Aliya tak ingin Hendra
melihatnya bersama seorang pria lain. Apalagi jika Hendra tahu pria yang
bersama Aliya kini adalah Deny. Pria yang pernah sangat dicintai Aliya.
“kenapa
lia? kenapa kamu menarik mas seperti ini?”, Tanya Deny bingung.
“ikut
saja mas”.
Akhirnya
mereka berdua duduk disebuah bangku taman, yang cukup sejuk dan tak terlihat
oleh siapa pun.
Aliya
mulai mengatur napas. Raut kebingungan kini terpancar pada wajah Deny. Raut
wajah yang tidak begitu berubah hanya saja Deny terlihat lebih dewasa.
Keheningan
kembali mulai terasa diantara mereka. Semua terdiam, tarikan napas pun tak
terdengar dari keduanya. Hanya raut kebingungan yang masih melekat di wajah Deny.
Aliya
mulai menarik napas panjang.
“mas,
Aliya minta maaf”, suara lirih itu yang memecah keheningan.
“minta
maaf kenapa?”, jawab Deny bingung.
“Aliya
sekarang telah ada yang punya, mas bukan pacar Aliya lagi sekarang”, Aliya
mencoba menguatkan hatinya
“apa?”
“mengapa
kamu tidak bisa menjaga kesetiaan mu?”, balas Deny.
“maaf
mas”.
Tiba-tiba
air mata Aliya tumpah membasahi pipinya.
“tapi
kan kamu telah berjanji Aliya?”
“aku
tak bisa didiamin terus mas, aku butuh perhatian. Aku selalu menunggu kabar
dari mu. Tapi, itu semua hanya seperti angan-angan belaka mas”, Aliya seakan
tak bisa menahan air matanya.
“maaf
lia, mas tidak memberi mu kabar bukan karena mas melupakan mu. Tapi karena
memang mas ingin fokus dalam kuliah mas”
“tapi
mengapa sebait pesan pun. Tidak mas kirim?”,
Keheningan
kembali mengambil perannya. Ia seakan menjadi pemisah antara suatu lakon dengan
lakon yang lain.
“mas,
kenapa mas tidak jawab?”, Aliya kembali menitihkan air matanya untuk yang
kesekian kalinya.
“maaf
lia, mas disana harus bersusah payah kuliah sambil bekerja. Mas kerja dari pagi
hingga sore dan melanjutkan kuliah dimalam harinya. Mas terkadang harus bekerja
dalam keadaan sakit agar bisa hidup disana. Jadi jangankan mengabari mu. Untuk
mengabari kedua orang tua ku aja mas amat sangat jarang. Karena padatnya
aktifitas ma situ”
“mas
harap kamu bisa mengerti Aliya”
Air
mata Aliya pun kembali gugur dengan isakan tangis yang tidak begitu keras. Aliya
seakan telah mengambil keputusan yang salah. Aliya tak henti-hentinya
menitihkan air mata hingga matanya menjadi bengkak dan merah.
“udah
lah lia kamu gak perlu nangis lagi”
“maaf
mas, aku tidak bisa menjga perasaan ini.”
“sudah
lah, kesalahan ini bukan milik mu sendiri. Tapi milik aku juga, mengapa aku tak
pernah merawat hubungan ini, dengan member pupuk dan menyiramnya terus dengan
cinta. Semua telah terjadi lia. Semoga kamu bahagia dan bisa setia dengan pria
pilihan mu”
Deny
berdiri. Dan tiba-tiba datang Hendra yang bingung melihat Aliya dengan mata sembab
dan air mata yang tak kunjung habis.
“Aliya
kamu kenapa?”, Tanya Hendra.
Aliya
menggeleng.
“selamat
ya”, ucap Deny sambil menjabat tangan Hendra.
“tolong
jaga dia, karena dia sungguh menyayangi mu”. Sambung Deny.
“Aliya
mas pergi ya, jaga diri mu”
Sambil
tersenyum. Deny meninggalkan Aliya yang masih tak percaya dengan kebodohannya
itu serta Hendra dengan kebingungannya terhadap keadaan Aliya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar