Minggu, 18 Desember 2011

intermezo

Unknown | Minggu, Desember 18, 2011 |

Karya : Dwi Rahariyoso
Penyair

Aku bukan pembuat tafsir yang tekun, sebab aku tak mengerti makna
Di kepalaku hanya onggokan masa lalu, begitu majenun

Aku pun percaya takdir adalah kesendirian yang dilahirkan oleh kepergian
Bukan garis tangan. Bukan.

 Meski kau kerap terbuai mulut peramal, toh mereka tak pernah selesai
Dengan nasib, bahkan ajal. Lantas siapa yang memelihara masa lalu?

Sungguh, aku bukan pembuat tafsir yang tekun
Jika kau telh membaca ayat-ayat terdahulu

Niscaya tak ada lagi makna yang dicari, sesuatu yang lenyap
tak kembali itulah puisi

Sorong, 2011

Rumah baru

Sesuatu yang karib di sunyi ini

Menyembunyikanmu dariku, mirip secuil fragmen
tanpa tokoh. Seolah aku benar-benar buta


                                          —dengan telingaku belaka

                                                              aku merasakan
Nafasmu yang biru serupa laut; menghuni teluk ini

Meski kita tak pernah berbincang tentang para pendatang
yang kehilangan kampung halaman mereka, sungguh aku telah terbiasa

                                                                         mengucap selamat tinggal
“Kopi, senja, dermaga, bir, nostalgia; semua itu alangkah sempurna”

               jujur, aku begitu sengit kepadamu di dalam sunyi ini

Aku berharap menemukanmu atau sekedar nafas birumu itu
agar segera kupecepat perjalananku—dalam termangu

2011








Semut

Aku menggeletakkanmu ke lantai,
agar kerumunan yang rukun itu merubungmu. berbondong dalam pekerjaan
yang sibuk, beriringan-berurutan. rupanya hanya kesunyianmu yang membuat
kekal di sini, sebab ia begitu telaten menyalin jejak-jejak.
satu demi satu.
Diam-diam aku iri pada kesunyianmu,
dari segala arah, menguar hingga ke seberang,
melebihi daging bakar. gurih dan harum.
begitu sakral aromamu hingga di penjuru bandar, kaum musafir telah siap dengan
sampan dan keranjang, yang akan menukarmu dengan
permadani warna dan candu. sungguh, mereka teramat khusyuk.
mengarakmu hingga menemukan rumah bagi kepulanganmu.

maret, 2011


Kamar kosong
                      —kepada seorang kawan

Dalam gerimis hilang bayang, senja luruh melebihi dingin
yang mengalir tiba-tiba di
pintu dan jendela. Udara berubah warna, abu-abu di selasar
antara  ruang tamu. tidak ada yang membekas.
setelah kau tutup pintu dan lupa berpesan pada dingin
yang membenammu

2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About