kali
ini izinkan saya untuk sedikit berargumen terkait polemik yang terjadi
akhir-akhir ini. Terkait hukuman penjara angelina sondakh yakni 4 tahun
dan 6 bulan serta denda sebesar 250 juta rupiah subsider 6 bulan
penjara.
mungkin saya tidak cukup kapabel dalam bidang ini,
tapi saya mencoba memberikan pendapat saya yang mungkin masih bersifat
subjektifitas.
banyak yang mengatakan hukuman pidana dan denda
yang dilimpahkan pada angie itu tidak tepat, bahkan tidak adil. memang
hal ini tidak bisa dipungkiri karena hukuman seorang maling ayam masih
lebih lama masa kurungan penjaranya (5 tahun) dibandingkan kasus korupsi
angelina sondakh yang telah terbukti korupsi uang negara senilai Rp 2,5
miliar dan 1,2 juta dollar AS.Bandingkan pula dengan maling sendal yang
juga masih bocah (dibawah umur)
sebenarnya siapa yang salah terkait putusan tersebut. apakah hakim? atau jaksa penuntut umum (JPU).
secara sederhana. hakim pada fungsinya adalah memutuskan apakah
terdakwa bersalah atau tidak, berdasarkan bukti yang terungkap di meja
hijau. dan JPU membuktikan kepada hakim atau majelis hakim tentang
dugaan atau tuduhan yang dilimpahkan kepada terdakwa.
menurut kompas ePaper terbit 14 januari 2013 hal 5, menyebutkan bahwa.
jaksa ragu dengan dakwaan yang dikenanakan terhadap angie. jaksa
menyamatkan dua undang-undang pada kasus angie yakni pasal 11 UU Tipikor
dan pasal 12 UU Tipikor, dimana kedua pasal tersebut sama-sama mengatur
tentang pemberian hadiah atau janji kepada pejabat atau penyelenggara
negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya.
perbedaan antara pasal
11 dan pasal 12, pada pasal 11 tidak disebutkan syarat pemberian, tetapi
cukup karena ada kaitan dengan jabatan yang diemban oleh pegawai negeri
atau pejabat negara. sedang dalam pasal 12 huruf (a) hadiah diberikan
untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
sehingga
jika menilik pada kedua pasal tersebut, jelas kasus angie lebih mengarah
pada penggunaan pasal 12 huruf (a) tersebut karena pada kasus tersebut
angie secara terbukti mengarahkan, dan dia mendapat sesuatu dari proyek
tersebut (kemenpora dan kemendiknas). dan hal itu yang tidak dikuatkan
oleh jaksa dari KPK, sehingga membuat hakim menjadi ragu dan bimbang.
asep menambahkan lagi, "hakim tidak diyakinkan bahwa uang yang
dipergunakan terdakwa itu kumpulan uang-uang hasil proyek".
dalam kutipan kompas.com edisi senin 14 jan 2013.
menurut fadli zon selaku sekjen partai gerndra. Dia mengatakan
penilaian hakim bahwa Angie tidak wajib mengembalikan uang kepada
negara, hal itu jauh dari akal sehat apalagi nurani kebenaran. Menurut
dia, di dalam pasal 18 Undang-Undang Tipikor mengatur tentang
pengembalian kepada negara atas uang hasil korupsi.
Menurut
Fadli, kasus Angie itu menandakan hukum belum bisa cerminkan rasa
keadilan rakyat, malah melukai nurani keadilan masyarakat Indonesia.
Bagaimana bisa, kata Fadli, sudah terbukti korupsi dan menerima uang,
tetapi tidak diminta mengembalikan uang kepada negara.
Bahkan
hukumannya tidak lebih dari hukuman maling ayam yang vonis ancamannya 5
tahun penjara. "Maling ayam saja ancaman vonisnya 5 tahun penjara
sedangkan korupsi Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar AS, hanya divonis
4,5 tahun penjara," katanya.
dari kasus angelina tersebut
memang mata pisau hukum masih sama seperti ungkapan lama. "tajam kebawah
tumpul keatas". tapi inilah fenomena hukum yang terjadi di negara
tercinta kita. terkait siapa yang salah, tidak ada yang salah secara
utuh. hanya saja perbedaan pendapaat, sudut pandang, dan gaya
mengeksekusi suatu perkara yang masih terdapat jurang perbedaan yang
menyebabkan terjadi miss komunikasi antara harta yang dirampok dan
hukuman yang disamatkan.
semoga suatu hari hukum indonesia "buta"
oleh : Govinda al araaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar