Tidak terasa telah hari jumat. Dan seperti biasa semua
umat muslim berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan ibadah wajib bagi
umat muslim. Begitu pun dengan saya, setiap jum’at saya pergi ke masjid untuk
menjalankan ibadah sholat jum’at.
Hari ini cuaca begitu panas hingga aku tak mampu membuka
mata lebar-lebar, karena silau matahari yang begitu menyengat. Walau demikian
aku harus tetap menjalani ibadah wajib ini.
Sebelum berangkat, dengan tergesa-gesa saya pergi ke
kamar mandi dan mulai membasahkan seluruh tubuh. “byuur ,,, byuur “ riuh suara
air. Seusai mandi dengan segera aku mengganti pakaian. Setelan koko dan jeans
hitam menjadi pilihan saya.
Setelah siap, saya pun bergegas pergi ke masjid. Karena
masjid di depan rumah sedang di renovasi besar-besaran maka aku memilih sholat
di masjid lain. Aku berangkat dengan bapak.
Karena waktu telah mepet maka kami memutuskan untuk
sholat di masjid As-salam. Masjid yang cukup kecil dibandingkan dengan masjid
lain, tapi memiliki fasilitas yang lumayan mewah. Pendingingin ruangan yang
dipasang rapi di dinding-dinding masjid
yang begitu banyak, serta lantai yang terbuat dari marmar, membuat masjid ini
begitu nyaman. Tapi, karena kami datangnya terlambat maka dengan terpaksa hanya
bisa mendengar khotib berkhotbah dari luar masjid saja. Walau sedikit panas,
tapi tidak terlalu masalah.
Sambil mendengar khotbah dengan tenang. Tiba-tiba aku
teringat pada beberapa bulan silam. Tepatnya pada saat bulan ramadhan.
Tiba-tiba pikiran itu terlintas kembali, ingatan yang sebenarnya tidak sengaja
terungkap kembali.
Ku teringat. Dulu ketika bulan puasa tepatnya setelah
berbuka puasa di warung pinggir jalan. Aku mengajak temanku untuk sholat
maghrib di tempat ini. Di masjid yang saat ini ku singgahi.
Berawal ketika aku mulai mengenalnya dari jejaring sosial,
facebook. Tepatnya pada bulan Juni tahun lalu, pada awalnya sebenarnya aku tak
mengenalnya sama sekali. Dengan keisengan ku, aku mencoba mencari teman baru
dengan mengirimkan pesan obrolan padanya. Assalamualaikum. Sebuah kata sapaan
sederhana yang sering ku katakan ketika akan mengawali perbincangan.
Wa alaikumsalam. Sepatah kata yang tertulis pada pesan
masuk ku. Dalam hati ku, pesan ku di respon juga walau hanya sepenggal kata .wa
alaikumsalam. Dengan semangat aku kembali membalas pesannya tersebut. “Apa
kabar?”, aku mencoba memancingnya dengan berbasa basi. Walau mugkin kurang pas
karena kenal aja belum, main Tanya kabar aja. Tapi tak kuperdulikan pikiran
itu.
Tiba-tiba ia pun membalasnya dengan kata. “Baik, kamu Ridho ya?”, sejenak aku heran. Apa dia
mengenaliku?, tapi kok aku tak mengenalinya?. Kutelusuri aja lebih jauh.
Gumamku dalam hati.
“ kamu kenal
saya ya?”, balasku.
“ia,, kamu
temannya Santi kan?”, tanyanya padaku.
“ia, kamu
kenal Santi juga?”
“ia saya
sekelas sama dia”
“oh” dalam
hati aku mulai tahu kenapa dia mengenaliku.
“kamu kenal
saya?, Tanya ku padanya”
“tidak sih, Cuma
waktu pesantren kilat Santi pernah tunjukan kamu ke saya”
“oh begitu”.
Setelah mendengar pengakuannya itu aku semakin penasaran
saja dengan perempuan yang baru ku kenal ini. Perbincangan pun terus berlanjut
hingga aku dikasih nomor ponselnya, dan aku pun berjanji untuk menghubunginya.
Aku harus menyudahi bermain facebook, karena harus
mengikuti pelatihan catur. Seusai mengikuti pelatihan, aku langsung bergegas ke
rumah karena memang hari telah gelap.
Sesampai di rumah, aku melihat jam didinding hampir pukul
7. Dengan segera aku mengambil air wudhu dan segera sholat maghrib. Setelah
sholat. Aku teringat dengan wanita yang baru ku kenal itu, dengan sigap aku
lantas mengambil ponsel N97 ku dan ku coba untuk menghubunginya via sms.
“assalamu’alaikum,
ini sofi ya?”
Tidak lama kemudian, ponsel ku pun berdering menandakan
ada pesan baru masuk. Dengan segera ku baca pesan singkat itu.
“wa
alaikmsalam, iya ini ridho ya?”,sebuah tulisan pada layar ponsel ku.
“iya, tolong
di save ya nomor ku?”, pinta ku padanya.
“iya
sama-sama”.
Perbincangan pun berlanjut. Dan aku pun mulai
mengakrabkan diri dengannya, sms-an pun berlangsung hingga beberapa puluh pesan
masuk dan keluar.
Kedekatan kami pun semakin berlanjut, setiap hari ku
sempatkan diri untuk mengirimkan pesan kepadanya. Meskipun terkadang ku biarkan
tidak menghubunginya terlebih dahulu, dan berharap ia mau bertukar peran. Taktik
ku pun sukses, kini ia jadi begitu sering menghubungi duluan, meski hanya via
sms. Tapi saya rasa itu adalah komunikasi yang baik, karena dengan sms kita
masih bisa berkomunikasi padanya, tanpa mengganggu aktifitasnya.
Sejak perkenalanku pertama kali dengannya. Aku menjadi
sering membuka jejaring social facebook. Dan hanya untuk melihat status-status
terbarunya. Sesekali aku melihat foto profilnya. Dan kulihat dirinya. Dia ini,
cocok tidak buat saya?, pikiran itu mulai muncul seiring keintiman komunikasi
yang terjalin dengannya.
Hari demi hari pun berlalu, dengan terus selalu menjalin
komunikasi dengannya. Walau sebenarnya saya merasa aneh dengan hubungan ini.
Karena kita bisa seakrab ini, walau belum pernah bertatap muka sebelumnya.
Lama kelamaan mulai ada perasaan suka padanya. Tapi aku
masih mencoba untuk menahannya, aku ingin memastikan dulu apakah memang dia
adalah orang yang di facebook itu atau bukan. Aku memang kini lebih memilih
pacar, bukan karena aku mencari yang sempurna. Melainkan aku pernah menjalani
hubungan pacaran tanpa pernah bertemu sebelumnya. Alhasil ketika bertemu, aku
sedkit kecewa dengan pilihanku itu. Walau bagaimana pun aku tidak boleh
menghapus memori tentangnya wanita yang pernah ada dalam hidupku. Meski
hubungan pacaran diantara saya dengannya cukup hambar.
Tanpa disadari, bulan ramadhan pun tiba. Semua umat
muslim menyambutnya dengan suka cita. Mungkin berbeda dengan saya, saya hanya membiarkan
waktu berjalan hingga terbit fajar, dan makan sahur seperti umat muslim lainnya.
Hari pertama, kedua, ketiga terus bergulir. Ku lihat
orang-orang pun mulai menyibukan diri mereka masing-masing. Mereka mulai
membuat janjian dengan pacarnya untuk bukber, sebuah istilah yang digunakan
untuk meyingkat kata buka bersama.
Hal yang sama juga ku coba lakukan pada wanita yang
sedang ku dekati ini. Sambil ku mencoba mendekatinya lebih personal. Aku ingin
tahu sebenarnya seperti apa dirinya. Apakah cantik?apakah jutek? Atau?. Lantas
aku mengambil ponel N97 ku dan sms kepadanya. Kata “assalamualaikum” ku tulis
dan ku kirim padanya.
Tiba tiba selang beberapa menit, ia membalas pesan ku. “
wa alaikum salam, apa kabar?”
“kabar baik,
kamu sendiri gimana?”, Tanya ku padanya.
“baik juga”
Perbincangan pun mulai berlanjut, hingga akhirnya aku
Tanya kan niat ku padanya untuk mengajaknya bukber. Awalnya ia bingung mengenai
kapan, dan dimana?. Tapi aku terus
meyakinkannya dengan memberi kepastian waktu dan tempat.
Aku pun sempat bingung, apakah aku menjemputnya di
rumahnya, atau di dekat rumahnya. Tapi hal itu belum kutanyakan ku biarkan
hingga sudah waktunya untuk ku jalan dengannya. Pada awalnya, Aku sebenarnya
hanya iseng-iseng mengajaknya untuk jalan dengan ku, ku pikir dia belum
mengenaliku maka tak mungkin ia mau menerima ajakan ku itu. Tapi ternyata semua
di luar dugaan, ia mau dan tanpa memberi syarat aneh-aneh.
Hari pun berlalu dengan begitu cepat. Hingga akhirnya
sampai pada hari dimana aku akan mengajaknya buka bareng dengan ku.
Sekitar pukul 4 sore, ia meng-sms ku dan memastikan
kepastian apakah kita(saya dan dia) jadi jalan atau tidak. Dengan yakin aku
memastikan tentang niatku itu.
Aku pun menanyakan dimana aku menjemputnya. Ia bilang
tidak usah karena ia mau membawa motor sendiri, ia mau membeli beberapa barang
jadi ia mau pergi duluan ke salah tempat perbelanjaan di kota ku.
Dengan santai, aku menunggu waktu hingga pukul setengah
enam sore dan kemudian aku bergegas mandi, rencana ku dalam hati. Tanpa ku sadari waktu telah lewat sepeluh
bahkan hampir lima belas menit dari jam setengah enam. Dengan tergesa-gesa aku
pun berlari ke kamar mandi dan mandi dengan begitu cepat.
Setelah mandi aku lantas mencari pakaian yang akan ku
pakai beserta jeans dan jaket yang menjadi ciri ku, tak lupa ku pakai. Kulihat
pada layar ponsel ku, ada tiga pesan yang belum di baca. Dengan cepat ku
buka, dan ternyata semua darinya yang menanyakan tentang keberadaan ku. Aku pun
dengan cepat cepat membalas “iya tunggu, dikit lagi nyampe”.
Dengan cepat, ku ambil kunci motor dan ku bergegas pergi
ke sebuah
tempat perbelanjaan mall. Dalam
hatiku aku masih bingung dengan wajahnya walau aku sering melihat wajahnya di
profilnya. Tapi aku tidak terlalu khawatir, karena ia telah katakan kalau ia
mengenakan jilbab hitam baju merah dan celana hitam, ia juga bilang tunggu di
depan sebuah
tempat perbelanjaan.
Ku lihat hari telah gelap, dan sedikit gerimis. “wah
harus cepat nih, nanti keburu berbuka”, gumam ku sambil tetap mengendarai motor
sky drive merah ku.
Sampai di sebuah tempat
perbelanjaan dengan pelan ku
masuki tempat parkir dan ku susuri
hingga ke depan sebuah tempat
perbelanjaan. Sejenak ku berhenti
melihat wanita dengan ciri yang sama sedang berdiri berteduh di depan pintu
masuk utama sebuah tempat
perbelanjaan. Dalam hati apakah
dia?, hendak ku mengeluarkan ponsel ku dan menghubunginya. Tapi sepertinya ia
telah mengenaliku.
Ia pun melambaikan tangan, dan menghampiriku ku.
Sesampainya, tanpa basa basi langsung ku ajak dia untuk pergi cari tempat buka.
Karena kulihat hari telah begitu gelap. Tapi secara samar-samar ku dengar
masjid masih mengaji.
Dalam perjalan ku coba mencairkan suasana dengan mengajaknya
ngobrol. Obrolan ku hanya di jawab apa adanya olehnya. Mungkin karena ia masih
canggung dengan ku, orang yang baru ia ketemui.
Tanpa terasa, kita telah sampai di depan madrasah aliyah.
Dan tempat berbukanya ada di seberang jalan, yaitu bubur ayam yang pula bergandengan dengan gerobak
siomay Bandung. Dengan cepat ku jalankan motorku dan memutarnya. Kemampuan
balapku yang apa adanya pun ku keluarkan, meski tetap mengutamakan keselamatan.
Sesampai di tempat itu. Langsung ku parkirkan motor ku di
belakang tenda bubur ayam. kemudian masuk ke tempat itu. Disana hanya ada
penjaganya dua orang. Ia melihat kami seperti keheranan. Sesekali ia melempar
senyum kepada temannya. Aku tak menggubrisnya dan tetap duduk dengan tenang.
Ku pesan kan dua porsi bubur ayam dan air jeruk hangat.
Sebuah menu yang cukup murah meriah. Ku minta agar membuatkan minumannya
terlebih dahulu karena ku dengar adzan magrib telah berkumandang dari sebuah
radio kecil yang dimiliki tukang bubur.
Air minum pun datang, dan dengan segera aku berbuka dan
melepaskan dahaga ku. Begitu pula dengannya ia tampak menikmati segelas air
jeruk hangat itu. Hujan yang sedari tadi turun, masih belum berhenti hingga
suasana yang tercipta menjadi agak dingin.
Tak berapa lama kemudian. Bubur ayam-nya pun datang.
Dengan segera kami menyantapnya sambil di selingi obrolan-obrolan ringan yang
terjadi diantara kita. Tampak beberapa orang lantas masuk ke tempat kita makan
dan turut meramaikan tempat ini. Mereka tampak keheranan melihat kita berdua,
tapi itu semua hanya sesaat.
Dalam perbincangan itu, aku mulai merasa nyambung
dengannya dan ku tangkap. Kalau dia
orangnya begitu sopan dan tidak berlebihan atau biasa orang sebut dengan
istilah lebay.
Kami melanjutkan makan dan sesekali ada tawa yang keluar
dari mulut kami. Semua berjalan dengan begitu saja dan sepertinya ia mulai
tidak canggung mengobrol dengan ku. Tapi ada sedikit keanehan yang kurasa. Aku
menjadi tidak bernafsu makan, dan kurang selera. Padahal bubur ayam ini.
Merupakan bubur ayam favoritku.
Setelah makan, ku bayar bubur dan air jeruknya lantas
kami meninggalkan tempat itu dan mencari masjid terdekat untuk kami bisa shalat
magrib. Berhubung waktu shalat hampir habis maka dengan segera kami mencari
masjid terdekat. Walau hujan masih turun dan membasahi tapi kami tetap jalan.
Di dalam perjalan Ku bertanya padanya.
“mau sholat
dimana?”,
“terserah”
Sejenak ku
bepikir.
“di as-salam
aja ya?”, tawar ku.
“itu dimana?”,
“di di
dekat-dekat sini juga!”, balasku ringan.
“iya deh.”
Dengan segera ku arah kan motor merah ku ke arah masjid
Ar-as-salam. Hujan pun telah membasahi sebagian jaket ku, tapi tidak terlalu
masalah bagiku. Karena hujannya hanya gerimis walau sedikit lebat.
Sesampai di sana, ku parkirkan motorku dan kami berdua
turun. Di sana masih ada beberapa orang yang baru selesai berbuka puasa dan
sholat maghrib berjamaah. Mereka lagi-lagi menatap kami dengan tatapan yang
sepertinya bingung.
Segera saja ku lepas sandalku dan ku pergi ke belakang
masjid untuk mengambil air wudhu. Setelah mengambil air wudhu aku kembali ke
masjid dan hendak melaksanakan sholat. Kulihat masjid begitu sepi, hanya
penjaga masjid yang sedang mengepel bagian luar masjid, pendingin ruangan juga
mereka nyalakan. Membuat suasana begitu dingin dan hening. Ku lihat jam digital
yang terpasang di dinding masjid menunjukan pukul 19.00 . Dengan segera
langsung saja ku turuti niat awalku.
Setelah selesai sholat, aku sejenak berdoa dan setelah
itu pergi meninggalkan masjid. Dari luar kulihat ia masih shalat dengan begitu
khusyuk dengan mukena cokelat yang dibawanya. Sambil menunggu aku berdiri di
luar sambil berteduh, karena hujan tak kunjung berhenti bahkan semakin lebat,
walau hanya gerimis.
Setelah beberapa saat ku menunggu ia pun selesai dan
merapihkan mukena coklatnya. Setelah selesai ia keluar meninggalkan masjid dan
menghampiriku.
“sudah?”,
Tanya ku padanya.
“ia”, sambil
mengangguk.
“mau langsung
pulang atau tunggu hujan reda?”
“pulang aja
udah”, balasnya ringan.
“ya sudah
kalau begitu”
Aku kemudian pergi mengambil motor, dan di ikutinya dari
belakang. Aku menyalakan motor ku dan langsung meninggalkan masjid. Meskipun
hujan masih mengguyur. Ku antarkan ia ke motornya, di sebuah
tempat perbelanjaan mall.
Setelah kejadian itu kedekatan ku padanya semakin
terjalin baik. Hingga suatu ketika. Hubungan ku dengan nya lama kelamaan semakin kendor dan
akhirnya hilang kontak diantara kami. Terakhir ku ketahui ia sedang dekat
dengan teman sekelasnya. Dan kini telah benar – benar menjadi
pasangannya.
“allahu akbar,,
allahu akbar,asyhadu alla ilaha ilallah”, suara qomat berkumandang. Aku terbangun dari lamunan ku
yang begitu panjang. Hingga tak kusadari aku melewatkan khutbah. Orang-orang
tampak mulai berdiri dan maju memenuhi ke saf-saf depan, dan dengan segera aku
lantas berdiri serta merapatkan saf pula.
Tatkala semua saf telah rapih. Ku dengar imam mulai
bertakbiratul ikhram. “allahu akbar”. Suasana kembali hening dan terfokus pada
suara imam. Tapi, aku masih belum bisa menghilangkan pikiranku tentang kisahku
itu, yang hanya menjadi kisah tak yang tak bermakna.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar