Sammun,
adalah seorang pemuda alim yang berperawakan tampan namun pendiam. Sehari-hari
ia hanya menghabiskan waktunya di surau depan rumahnya. Kala waktu sholat telah
tiba ia pun pergi ke surau depan rumahnya untuk adzan seraya memanggil
orang-orang untuk datang dan sholat berjamaah. Ia belum menikah dan tak
memiliki siapa-siapa di desa itu, ia hanyalah sebatangkara yang hidup di balik
bilik bambu yang telah usang dimakan waktu.
Kadang ia
menyendiri di rumahnya dan menghabiskan waktunya untuk berzikir dan beribadah.
Seolah-olah dunia ini ssudah tidak ada Cuma dia sebagai hamba dan Allah sebagai
tuhan tempat bergantung. Hal ini
menimbulkan reaksi para warga sekitar bahwa Sammun telah sinting, Sammun telah
gila dan banyak lagi cemo’ohan warga tentang dirinya.
Suatu ketika,
di desanya hendak mengadakan suatu hajat besar. Disana terdapat berbagai macam
kesenian daerah yang ditampilkan, mulai dari kesenian klasik seperti Jaipongan,
hingga yang lebih modern seperti orkes dangdut. Para tamu yang hadir, juga
banyak yang datang dari kampung-kampung tetangga. Hingga tempat acara begitu
meriah dan gemerlap dengan bertaburan lampu lampion yang digantung
berwarna-warni.
Sammun juga
datang dan menghadiri acara tersebut, bukan hanya sebagai penonton, namun
kepala desa memintanya untuk memberikan sambutan dalam pembukaan acara
tersebut.
Kemudian
tidak lama kemudian acaranya dimulai. Dan pembawa acara mulai masuk keatas
panggung dan membuka acara. “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”,ucap
pembawa acara dengan lantang. Kemudian dengan begitu antusiasnya para warga pun
menjawab “wa alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh”,ucap warga serentak.
Kemudian pembawa acara pun mulai membaca salam pembuka. Setelah itu ia meminta agar Sammun naik
keatas panggung untuk memberikan sambutannya, mewakili pemuka agama dikampung
tersebut.
Kemudian
dengan perlahan ia bangkit dari tempat duduknya dan mulai berjalan menaiki
tangga panggung. Sambil tak pernah henti mulut dan tangannya bertasbih kepada
yang maha kuasa. Suara warga pun semakin riuh tat kala ia telah berdiri di
podium. “uuuuuhhh”, suara warga menyoraki. “masa orang gila memberikan
sambutan?yang benar saja!”,suara salah seorang warga. “benar itu,,!”, suara
warga yang lain mengiyakan. Joko pun hanya tersenyum pada tingkah laku warga. Kemudian
secara serentak para warga pun berteriak “Turun, turun, turun,,,,”, ketika
suasana tempat berlangsungnya acara semakin riuh, tiba-tiba Sammun berbicara
keras pada lampion-lampion yang bergantungan. “Wahai lampu-lampu yang
bergantungan dengarlah khutbah ku ini”. Dengan seketika seluruh lampion pun
menari-nari layaknya seorang penari yang menari begitu indahnya. Dan para
hadirin melihat dengan penuh heran dan takjub. Semua pasang mata hanya tertuju
pada lampion-lampion yang menari dengan lugasnya.
Akhirnya
setelah kejadian itu para warga menjadi hormat dan rendah diri terhadap Sammun.
Mereka yang tadinya begitu tidak menyukai Sammun kini berbalik menjadi begitu
ramah dan baik dan tak ada lagi cemo’ohan tentang dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar