Hari itu cukup cerah, seperti biasa para
mahasiswa mulai berdatangan. Jam menunjukkan pukul 07.01 dan jam pertama sudah
dimulai. Tapi para mahsiswa masih berdatangan dan mulai membariskan kendaraan
mereka pada tempat-tempat parkir dengan rapih. Semua tampak sibuk dengan
aktivitas masing-masing, mengobrol, berjalan berdua, bertiga serta ada juga
yang terlihat berjalan dengan terburu-buru.
Tapi aku tidak sama seperti apa yang
mereka kerjakan, hari itu aku akan pergi mengikuti Pelatihan Jurnalistik.
Dengan perlengkapan mandi, tulis, hingga segala jenis keperluan sudah lengkap
berada di dalam rangsel kebanggan ku, rangsel yang selalu ku gendong saat aku
akan melakukan suatu perjalan. Dengan santai aku berjalan menuju tempat
berkumpul.
Sampai disana, kulihat hanya beberapa
orang yang telah memenuhi janjinya untuk berkumpul pada pukul 07.00 sesuai
tulisan yang tertera pada jadwal. Sepi, lengang, mungkin itu yang tepat untuk
menggambarkan apa yang kulihat. Para panitia juga belum semua hadir, beberapa
dari mereka terlihat sangat sibuk bahu membahu dalam mempersiapkan acara itu.
Satu per satu dari kejauhan mulai tampak
berdatangan dengan perlengkapan yang tidak begitu berbeda dengan apa yang ku
siapkan. Kesan antusias begitu tergambar dari wajah-wajah mereka yang
mengukirkan senyuman khas dan semangat. Aku sendiri masih bingung menempatkan perasaan
senang, sedih, atau cukup dengan mengikuti perasaan antusias dari para peserta
lain.
Waktu akhirnya membawa peserta pada
pematangan persiapan. Seluruh peserta berkumpul dan satu per satu dari mereka
mulai diabsen oleh panitia termasuk aku tak ketinggalan untuk disebut namanya.
Pencocokkan data tertulis dengan para peserta selesai saatnya para peserta menaiki bis yang telah
disiapkan panitia, bis berukuran kecil dengan perawakan sederhana menambah
kesan menarik pada kegiatan yang sesaat lagi akan terlaksana.
Selama dalam perjalanan tidak ada yang
begitu menarik, nampak datar tanpa kesan. Kebanyakkan peserta nampaknya lebih memilih tidur daripada
berkelakar atau bersendaguarau dengan teman sebelahnya. Tapi tidak dengan aku, aku
lebih memilih untuk tidak mengistirahatkan sejenak raga dengan mempelajari
Kamera Cannon seri EOS 100D kepunyaan teman sebelah aku, panitia yang cukup
akrab dengan para peserta. Mungkin kesibukkan ku mempelajari kamera membuat
mata ini enggan untuk terlelap meski perjalanan cukup jauh.
Tak terasa beberapa jam telah berlalu,
akhirnya bis yang ditumpangi ku beserta para peserta lain sampai. Pada sebuah wisma
berasitekur lawas, cukup besar, asri, kokoh sebuah kesan pertama tiba-tiba
menyeruak keluar dari dalam kepala ini.
Persiapan pun dilakukan, para peserta mulai
memasuki kamar masing-masing. Megistirahatkan sejenak raga yang sedari tadi
hanya terduduk kaku di dalam bis selama kurang lebih 2 jam.
Beberapa saat kemudian panitian memberi
tahukan kepada ku dan para peserta lain untuk mengikuti materi. Satu per satu
peserta mulai memasuki ruang pertemuan, sebuah tempat yang dikhususkan bagi
tempat pertemuan, dengan meja-meja yang tertata rapih serta kursi yang
disisipkan diantaranya membuat ruang ini pantas disebut ruang pertemuan.
Kelas pun dimulai, ilmu kejurnalistikkan
siap diserap. Tak tanggung-tanggung tiga materi langsung dijejalkan kepada para
peserta awam sebelum diakhiri karena sholat jum’at.
Hal yang dinanti pun tiba. Tiba-tiba
panitia mengumumkan kalau makan siang sudah siap. Satu per satu peserta mulai
mengambil nasi dan menyantap menu yang ditawarkan, suasana keakraban tampak
semakin nyata diantara aku dan peserta lainnya juga dengan para panitia yang
begitu rapih menata kegiatan itu. Cair, melebur, membaur, tanpa pembatas nyata
diantara kami.
Sendokan terakhir pun tak pelak masuk ke
mulut, menandakan kegiatan inti dari acara pelatihan jurnalisme akan digelar. Sebenarnya
aku berharap bahwa praktek jurnalistik yang telah direncanakan semula batal
dilaksanakan, entah apa yang ku khawatirkan tapi itulah yang kurasa.
Panitia mulai mengarahkan para peserta
untuk berkumpul, peserta lantas dibagi dalam beberapa kelompok dan juga aku
yang tak luput dari pembagian panitia. Panitia membagi aku bersama tiga orang
lainnya dan didampingi oleh seorang pembina Lutfi Fauziah. Jujur, tugas awal
ini membuat aku cukup bingung untuk melangkah. Mana yang harus ku jalankan
duluan? Kaki kiri kah? Atau kanan? Ke utara kah? Atau selatan?.
Berangsur-angsur hal itu mulai tampak
jelas saat pembina mulai memberikan arahan kepada kelompok kami. Dia
menjelaskan apa yang harus kami lakukan, langkah pertama yang kami lakukan adalah
gagas tema (gastem) langkah awal sebagai penentu langkah-langkah kongkrit
selanjutnya. Lantas kami berempat dibagi tugas kerjanya, dan mulai bertindak
sebagai seorang jurnalis.
Dengan sengaja aku mengajukan diri untuk
menggarap topik utama, salah satu tugas dari empat tugas yang dilimpahkan
kepada kelompok kami juga kelompok-kelompok lain, ketiga tugas yang lain adalah
penata letak, liputan, dan penulis resensi dan salah satu dari kami harus bertugas
ganda untuk juga menggarap salam redaktur. Sebuah salam pembuka oleh redaktur
guna mengarahkan pembaca terkait topik yang diangkat di dalam berita.
***
Dengan perlengkapan layaknya seorang
jurnalis; seperti recorder, kamera, pengenal, dan juga surat izin. Ku susuri
jalan menurun menuju suatu tempat dimana disana aku bisa mendapat banyak
informasi. Selangkah demi selangkah terus ku susuri jalan itu. Hingga pada
langkahan kaki yang cukup jauh aku masih juga belum menemukan satu atau dua
Narasumber yang bisa menjelaskan sedikit banyak mengenai daerah itu. Sebuah daerah
wisata di daratan tinggi utara Yogyakarta, yaitu Kaliurang.
Langit tampak menjadi gelap seketika itu hujan
mulai mengguyur dan membasahi sekitar. Langkah ku terhenti pada suatu tempat
berteduh, berhenti untuk terus berjalan. Bermodalkan mantel hujan yang telah
disediakan oleh panitia, aku lantas menggunakannya dan meneruskan perburuan ku.
Berburu berita di daerah minim penduduk,. Ya, itulah yang kurasa. Hujan pun
tampak semakin akrab dengan ku terbukti hujan yang awalnya hanya seperti
tetesan-tetesan air yang jatuh kini bagaikan guyuran air yang sangat banyak
dari langit.
Tak ada pilihan lain, berlari adalah
pilihan tepat sementara perlengkapan ku, ku sisipkan di dalam mantel hujan ku
sambil tetap ku pegangi. Tiba-tiba larian ku terhenti pada sebuah pertigaan, ku
lihat di depan mataku terdapat sebuah warung. Sontak aku tersenyum dan berkata
dalam hati “akhirnya dapat Narasumber juga”. Tapi tiba-tiba senyuman ku
berakhir tepat 5 detik setelah aku pertama kali tersenyum. Dari tempat ku berdiri terlihat teman kelompok
ku yang juga mendapat tugas mencari berita sudah berada dan meneduh di tempat
itu.
Mungkin bagi kebanyakan orang meminta
informasi dari orang yang sama terkait informasi yang sama juga adalah hal yang
wajar-wajar saja, tapi menurut ku lebih baik aku mencari tempat lain dan
mungkin juga disana aku akan menemukan narasumber yang bisa menjawab
keinginantahuanku.
Ku tengok kanan, kiri, dan pada segala
arah. Nampak pada sebelah kanan ku banyak tertulis nama-nama hotel dengan
berbagai fasilitasnya. “wah, disini banyak hotel-hotel ternyata,” ujar ku dalam
hati. “tapi dimana?,” sambung ujaran ku. Sambil dalam keadaan bingung aku melihat
kios yang tak terlalu besar tepat berada hanya sekitar 5 meter dari tempat ku
berdiri. Hujan masih terus mengguyuri kawasan kaliurang, tepatnya kepala dan badan ku. Dengan tanpa berpikir
panjang langsung saja datangi kios tersebut sambil berharap aku bisa mendapat
informasi tentang kaliurang, dan kembali ke wisma.
Aku mendatangi kios itu dengan keadaan
lengkap bermantel serta basah. Dari raut mukanya bisa ku tebak kalau penjaga
kios itu berharap aku akan membeli satu atau beberapa dari apa yang dijualnya,
hal itu terbukti saat aku mulai bertanya. “maaf bu mengganggu, saya dari
lembaga pers mahasiswa ingin mewawancarai ibu terkait tempat ini.” Spontan penjaga
kios itu yang kebetulan ibu-ibu menjawab “oh, kalau mau wawancara kesana saja
mas,”sambil menunjuk sebuah rumah putih ber-arsitektur lawas. “itu rumahnya
kepala pariwasata tempat ini”, sambungnya.
“Disana ya bu?,” menunjuk tempat yang
dimaksud. “iya”, balasnya ramah. Tanpa membuang buang waktu langsung saja aku
pamit dan bergegas ke rumah yang dimaksud oleh ibu penjaga kios.
Tampak sebuah plang kayu berdiri tegas di
depan rumah berwarna putih yang disebut sebagai rumah kepala pariwisata daerah
kaliurang. Hal itu membuat ku semakin yakin atas arahan dari penjaga kios
tersebut. Ku masuki pekarangan rumah tersebut dan ku lihat seorang bapak-bapak
yang sedang bekerja layaknya seorang tukang. “maaf pak, yang punya rumah ada?”
ku tanya pada bapak-bapak itu. “oh ada mas, silakan langsung saja ke rumahnya,”
balas bapak-bapk itu singkat.
“permisi-permisi,” panggil saya sambil beridiri
depan pintu rumah tersebut. Tampak dari dalam seorang ibu-ibu yang sudah cukup
berumur muncul dari balik gordin dan mencari-cari asal suara ku. Dengan tatapan
penuh tanya ibu-ibu itu menghampiri ku yang telah basah oleh guyuran hujan. Ku rasa
ibu-ibu itu cukup tidak nyaman dengan penampilan ku. Memakai mantel hujan
hingga menutupi lutut dan celana yang mulai tampak basah. “cari siapa?,” tanya
nya sambil terkesan berteriak. “maaf bu, bapaknya ada?,” balas ku sopan. “bapaknya
tidak ada,” sambil melambai-lambaikan tangan. “oh iya bu makasih,” balas ku
sambil meninggalkan rumah itu.
Jawaban singkat dari ibu-ibu itu membuat
ku harus meneruskan perjalanan ku. Ku susuri lagi jalan basah itu serta di
temani rintikan hujan. Hingga langkah ku terhenti pada sebuah bangunan
berbentuk rumah yang bertulisakan Hotel. Ku coba masuk pada bangunan itu sambil
berharap bisa bertemu dengan pemilik, pengurus, atau setidaknya resepsionisnya.
Tapi harapan ku sirna setelah
panggilan-panggilan tidak dijawab, ku coba lagi mencari tempat lain dengan
sedikit mempercepat gerakan ku. Jam telah menunjukkan pukul 15.30 tapi hasil
wawancara belum ada sama sekali, kecemasan pun mulai muncul setelah sebelumnya
sedikit reda akibat ditunjukkan rumah ketua pariwisata daerah tersebut.
Perjalanan terus ku lanjutkan hingga ku
temukan sebuah tempat yang terdiri dari bangunan-
bangunan dengan dibatasi oleh pagar yang melingkari
bangunan-tersebut tersebut. “ini tempat apa?,” gumam ku dalam hati. KANTOR. Tertulis
jelas pada kaca salah satu ruangan dari tempat itu. “itu kantor apa,” tanya ku
penasaran dalam hati. Ku kira itu adalah kantor kepariwisataan dari tempat
tersebut hipotesa ku lantas terbantahkan oleh apa yang ku lihat. Sebuah plang
besar bertuliskan nama dari tempat itu berdiri tegak tepat di depan ku, alhasil
ku ketahui bahwa tempat itu adalah sebuah Hotel.
Dengan penuh keberanian ku coba memberikan
diri untuk masuk ke tempat itu. berharap pada tempat itu ku bisa mendapatkan
apa yang ku cari yaitu informasi.
“permisi,,, permisi,”panggil ku pada
sebuah kaca berlubang. Muncullah seorang pria dari balik sekat. “Iya mas
bagaimana?,” tanya nya ramah. “Maaf pak sebelumnya saya dari lembaga pers
mahasiswa ingin wawancara, bisa pak?, balas ku. Kemudian pria itu memanggilkan
temannya yang ternyata adalah pengurus dari hotel tersebut.
“Gimana mas?,” tanya pria pengurus hotel. “Mau
wawancara pak.” Dia pun menyetujuinya dan terjadilah pembicaraan antara aku
dengan pengurus Hotel tersebut hingga segala keingintahuan ku terjawab. “Alhamdulillah,”
sela ku dalam hati.
Wawancara selesai, informasi didaptkan,
seketika itu juga hujan reda. Dengan penuh kelegaan ku arahkan langkah ini
kembali ke wisma untuk selanjutnya dibuat menjadi berita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar