Rabu, 14 Desember 2011

perbedaan diantara kita

Unknown | Rabu, Desember 14, 2011 |


 “hay namaku henry, aku pindahan dari SMA negeri 6 jakarta, dan aku pindah kesini karena orang tua ku pindah ke kota ini….” kata-kata perkenalan yang dikatakan Henry ketika ia pertama kali menginjakan kaki di SMA 78 Bandung. Tampang yang begitu menarik dengan postur tubuh tegap serta tinggi badan yang proporsioanal serta dengan berkalungkan simbol suatu agama, membuat para gadis yang berada pada kelasnya saat itu, langsung menaruh perasaan padanya. 
“baik, henry kamu boleh duduk disana”, kata guru padanya.
Dengan perlahan dan dengan perasaan gugup, aku mulai melangkahkan kaki menuju kursi tersebut. Suara riuh pun mulai menggema di dalam kelas sebab aku duduk disamping seorang gadis muslimah yang bagitu manis serta anggun trlihat dari pakaiannya yang serba panjang serta kerudung putih yang menghiasi mahkotanya. Tatkala ketika aku sampai di bangku itu. Aku hanya bisa memberikan sebuah senyum simpul padanya pada gadis muslimah itu, sembari aku menutupi rasa gugup ku padanya.
“permisi, boleh aku duduk”, kataku padanya.
“boleh,” katanya sambil memberiku ruang untuk duduk.
“kalau boleh tau nama kamu siapa?”
“nama ku andini,”
“oh iya,”balas ku dengan penuh gugup.
Sebenarnya ketika pertama kali melihat henry memperkenalkan diri didepan kelas, andini mulai merasaka suka padanya. Namun, baginya itu tidak mungkin berlanjut karena ia adalah seorang muslimah sejati dan henry ia adalah pria dengan keyakinan yang berbeda. Baginya agama ku adalah kehormatanku sehingga perasaan yang kala itu muncul kepermukaan hatinya, ia coba untuk menenggelamkan kembali kedasar lautan hatinya.
Baik anak-anak pelajaran ibu lanjut. Ucap seorang guru matematika dengan egas dari depan kelas. Kelas pun berlanjut dan akupun tak henti-hentinya untuk mengagumi sosok yang ada disampingku ini. Sosok yang begitu anggun serta betul-betul mencirikan dirinya seorang wanita muslimah. Dengan kerudung yang menutupi mahkotanya, serta jarang bicara. Sesekali ia hanya memberiku senyum simpul dan lebih sering ia memperhatikan guru.
Tak kusangka aku begitu cepat jatuh hati pada wanita anggun yang berada disampingku ini. Padahal belum ada sehari bahkan bel tanda istirahatpun belum berbunyi aku telah menyukainya. “benar-benar bodoh,” ucap ku dalam hati. Sambil memberikan senyuman padanya.
“Baik anak-anak pelajaran ibu cukupkan sampai disini dulu, jika kalian ada pertanyaan bisa bertemu ibu dikantor. Selamat pagi.”
“pagi buuuu!”
“eh din ke kantin yuk!” ajak salah seorang temannya yang belum ku tahu namanya.
“eh,, iya, ayuk!”
“hen aku ke kantin dulu ya, permisi” pamitnya pada henry yang masih kaku dengan lingkungan barunya itu.
Aku pun memutuskan untuk mengakrabkan diri dengan teman laki-laki di kelas. Mereka semua terlihat sedang mengumpul dipojok kelas.
“hey,, boleh gabung,”sambil mendekati mereka.
“hey,,, boleh-boleh,”ucap salah seorang dari mereka.
“oh iya kamu kan belum kenal kita-kita, kita kenalin deh satu-satu”,
Mereka pun mulai memperkenalkan diri mereka masing-masing. Dan setelah perkenalan yang baru terjadi beberapa detik itu, aku tahu bahwa mereka itu orangnya ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Hal ini pula yang akhirnya membuat perasaanku menjadi lega, padahal dalam bayangan ku dulu bahwa anak baru dalam suatu lingkungan sekolah pasti akan mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan, semisal dikunci ditoilet, atau diikat ditiang bendera dan lain sebagainya. Yang membuatku enggan untuk berpindah sekolah. Tapi bayangan itu semua menjadi hilang tatkala aku bertemu mereka. Teman-teman baruku.
Setelah berekenalan dengan mereka kuputuskan untuk pergi ke kantin, mengisi perutku yang sudah mulai keroncongan. Diluar para gadis-gadis mulai menyoraki ku satu persatu.”hay,,”,sambil tersenyum genit padaku. Aku pun hanya membalasnya dengan senyuman yang sekedarnya dan dengan terburu-buru aku beranjak meninggalkan mereka semua.
Dikantin aku melihat seorang gadis berkerudung yang telah kukenal andini, ia sedang menikmati makanannya dengan teman-teman gadisnya. Tanpa memikir panjang aku langsung menemuinya.
“hay,,, dini, boleh duduk”
“ciiieee,,,,”riuh teman-temannya pada ku.
Muka ku kini menjadi merah padam dan rasa malu begitu berkecamuk dalam diriku. Aku meyakinkan diriku agar aku tidak bergegas meninggalkan mereka semua.
“oh iya silahkan” ucapnya lembut padaku.
“eh dini kita cabut dulu ya,, dah dini” kata seorang temannya.
“eh kalian mau kemana” balas andini dengan nada panik.
Akhirnya teman-temannya pun meninggalkan andini seorang diri. Aku menjadi lebih lega karena kian aku berangsur-angsur bisa meredam emosi ku, yang sejak tadi gugup akibat teman-temannya andini. Aku pun beranjak sejenak dari bangku ku untuk mengambil seporsi mie soto.
Setelah aku mengambil seporsi soto, lantas aku kembali ke tempat duduk dimana andini masih setia dengan seporsi bakso-nya itu. Kulihat ia telah habis menyantap semangkuk baksonya itu. Dengan cepat ia pun beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan kantin.
Rasa kesal pun dengan sendirinya berkecamuk dalam diriku. Tapi, karena telah memesan semangkuk mie soto, lantas aku tetap memakannya hingga habis. Dengan cepat seusai aku menghabiskan mie soto aku bergegas meninggalkan kantin. Dan menyusulnya ke kelas.
Saat hendak masuk. Dari pintu aku sedang melihatnya membaca sebuah novel kecil. Ku lihat ia begitu serius membacanya. Dengan santai dan sopan aku pun kembali mulai mendekatinya.
“hay,, dini lagi ngapain?”
“lagi baca novel”balasnya seperlunya.
Sambil duduk aku terus melanjutkan obrolanku dengannya. Dia hanya menjawab pertanyaan ku dengan kata “ya” atau hanya sedikit senyum. Terlihat ia juga begitu tertutup dengan ku. Entah kesalahan apa yang kuperbuat hingga ia begitu tertutup dengan ku.
“krrriiiiiiiiiiiiiing”. Terdengar suara bel pun berbunyi. Para siswa mulai memasuki kelas dan kelas pun kembali menjadi ramai. Kulihat andini juga sedang sibuk memasukan novelnya kedalam tasnya dan megambil buku fisika. Rasa penasaran dan rasa suka ku padanya kini kian memuncak dalam sanubariku.
Tidak terasa bel pulang telah berbunyi. Menandakan pelajaran hari ini telah usai. Dengan cepat aku membereskan segala peralatan ku. Dan membuat rencana untuk mengantarnya pulang. Dan kulihat dini tidak memperdulikan ku seusai ia membereskan buku pelajarannya ia kemudian bergegas meninggalkan kelas dan langsung meninggalkan sekolah.
Dengan terburu-buru aku berlari menuju tempat parkir dan mengambil motor tiger hitam ku. Sesegera mungkin ku kejar andini yang kulihat ia masih menunggu angkot di depan pintu gerbang sekolah.
“dini..!”
“iya” dengan perlahan ia mencari dimana sumber suara itu.
“dini aku antar kamu pulang ya?”
“maaf aku tidak bisa”sambl tersenyum padaku
“kenapa?emang apa salah ku?”
            “kamu tidak salah hen, Cuma memang aku tidak bisa”,dengan halus namun tegas ia menolak ajakan dari henry. Sesegera mungkin ketika ada angkot yang lewat andini memberhentikan dan menaikinya. Mobil angkot berwarna biru muda itu pun kemudian melaju sepanjang jalan utama gatot subroto.
Dengan cepat henry mengikuti mobil itu dari belakang. Tentunya tanpa sepengetahuan dari andini. Henry ingin membuktikan sebenarnya apa yang menyebabkan andini begitu menolak ajakannya, padahal henry merupakan tipe cowok yang bisa dengan mudah mendapatkan cewek yang ia kehendaki. Dengan bermodal tampang yang keren serta kaya cewek mana yang tidak mau padanya. Gumamnya dalam hati sambil tetap terfokus pada angkot yang ditumpangi andini.
Dari jauh ia melihat Angkot yang ditumpangi andini merapat pada bahu kiri jalan. Dari kejauhan henry memperhatikan angkot yang ditumpanginya. Tiba-tiba keluarlah wanita yag betul-betul ditunggu-tunggu. Andini keluar dari angkot tersebut setelah ia membayar ongkos, ia kemudian berjalan menuju lorong yang tidak begitu lebar.
Dengan segera henry memarkirkan motornya dan ia mulai mengikuti andini. Dalam ati ia tak menyangka kalau gadis yang bbegitu cantik dan indah ternyata ia tinggal di tempat yang begitu padat penduduk serta jalan masuk yang sempit.
“assalamualaikum”, ucap andini di depan rumahnya.
“wa alaikumsalam”, tiba-tiba seorang wanita setengah baya keluar membukakan pintu.
“eh neng, udah pulang”
“ia bu”sambil mencium tangannya.
“udah ganti baju terus makan,”
Kemudian andini pun masuk kedalam rumahnya yang cukup sederhana dan tidak terlalu besar itu. Dari kejauhan henry melihat dan ia merasa kaget dengan apa yang ia lihat. Ternyata memang andini dibesarkan dari keluarga yang begitu dekat dengan agama. Di lingkungan rumahnya pun terdapat sebuah bangunan seperti mesjid tapi tidak terlalu besar. Tapi yang jelas pasti itu tempat ibadah bagi umat muslim, ucap henry dalam hati.
Sejenak henry pun berpikir. Apakah ia harus menemui andini dan menanyakannya tentang penolakannya atau ia pulang, dan menjadikan pengalaman ke rumah dini hanya pengalaman semata. Setelah beberapa saat ia pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Dan berencana untuk mengatakan perasaannya pada dini.
Keesokan harinya pun tiba. Dengan wajah yang ceria henry bergegas ke sekolah dengan tiger hitam kesayangannya. Dan ia mulai mengandai andai apakah dini akan menerimanya atau menolaknya. Sebenarnya kini perasaan henry pada dini dan dini pada henry sudah begitu menggebu. Namun, mereka berdua tidak ada yang tahu kalau henry suka pada dini begitu juga dini menyukai henry tapi apakah henry menyukainya dini tidak tahu.
Seperti biasa kelas pun di mulai tepat pukul 07.15 . anak-anak yang pada ramai diluar mulai masuk dan memadati kelas mereka masing-masing. Dan tanpa disengaja henry dan dini pun masuk kelas dengan hamper bersamaan. Dan terlihat raut wajah yang begitu canggung yang terukir dari wajah mereka.
Guru bidang studi mulai masuk kelas. Tanda bahwa kegiatan belajar mengajar telah dimulai. Saat kegiatan belajar mengajar berlangsung tidak sesuatu yang istimewa. Semua tanpak seperti biasanyanya. Ada anak yang asik tidur dikelas, ada yang ribut sendiri hingga guru menegurnya berkali-kali, dan ada juga yang hanya memperhatikan gurunya. Karena bisa dibilang gurunya lumayan cantik. Tapi, hal yang berbeda yang dirasakan dengan Dini dan Henry mereka berdua sangat jelas terlihat, jika mereka sangat tidak konsentrasi menerima pelajaran. Terkadang terjadi tatapan mata diantara mereka berdua, yang membuat mereka berdua menjadi semakin tidak nyaman dengan perasaan mereka.
Bel tanda pelajaran usai pun berbunyi. Guru pun meninggalkan kelas diikuti dengan para siswa. Dengan penuh keyakinan Henry mengatakan sesuatu pada Dini yang memang berada tepat disampingnya.
“mmmh,, Dini kita ke taman yuk”
“mmmh,, ngapain?”
“aku ingin mengatakan sesuatu pada mu”
“boleh,”sambil mengangguk kecil Dini pun mengiyakan permintaan Henry. Padahal sebenarnya Dini dan Henry sama-sama tidak tahu harus berbaut apa.
Sesampainya di taman sekolah. Kemudian Henry mengajak Dini untuk duduk di sebuah bangku taman yang terbuat dari semen dan beratapkan dedaunan pohon yang begitu rimbun. Suasana romantispun mulai terjalin diantara mereka berdua. Dan tanpa pikir panjang Henry kemudian mengemukakan perasaannya pada Dini.
“ Dini, mungkin ini terlalu cepat bagiku untuk mengatakan perasaan padamu!tapi aku sudah tak dapat menahan rasa suka ku pada mu. Aku takut jika terlalu lama, kamu malah akan dengan lelaki yang lain”.
“Hen, sebenarnya aku juga menyukaimu bahkan sejak pertma kali aku melihatmu yaitu kemaren. Pada saat kamu memperkenalkan diri depan kelas. Tapi aku tidak bisa menerima cintamu”, jawab Heni lirih.
“mengapa? Apa karena aku kurang tampan? Atau apa karena aku kurang kaya”
“bukan, kamu tampan, kamu juga cukup kaya, tapi bukan itu yang kucari dari seorang pria”
“lalu apa?”Henry bertanya dengan sedikit keras padanya.
Sesaat kemudian jatuhlah setitik air mata dari ujung mata Andini yang begitu indah. Andini tak kuasa menahan kesedihan itu.
“maaf jika aku sedikit kasar padamu”, kata henry halus.
Andini pun melanjutkan jawabannya.
“sebenarnya aku tak bisa menerima mu karena kita berberda, agama kita masing-masing berbeda.”
“mengapa dini?mengapa hanya karena agama kau tak menerima ku?”
“mungkin bagimu agama tidak begitu penting, tapi bagiku agama sangat berarti. Lebih baik aku kehilangan seorang yang sempurna dimata dunia, dibandingkan jika aku harus merelakan agama ku untuk pasanganku”
“tapi dini?kita kan bisa jalan masing-masing?kau dengan agama mu dan aku dengan agama ku”
Sesaat andini pun terdiam, tapi sesaat kemudian ia melanjutkan jawabannya.
“tidak bisa Hen, aku tidak bisa mempermainkan agama ku”. Jawaban yang lirih serta diikuti air mata yang terus mengalir. Henry pun terlihat tidak terima dengan jawaban yang diberikan Dini padanya.
“tapi, ada satu syarat jika kau masih ingin menjadi pasanganku”,
“apa itu?”dengan raut wajah yang menjadi ceria dan sumringah.
“kamu harus melepas atribut keagamaanmu, dan menggantinya dengan atribut keagamaanku”. Dengan tegas Dini mengatakan hal tersebut pada Henry.
“apa??itu tidak mungkin?”
Henry pun kini menjadi bingung dengan syarat yang diminta oleh Andini. Agama merupakan penerang dan petunjuk bagi setiap manusia dibumi ini. Tapi apakah demi cinta Henry rela melepaskan agama yang kini diyakininya?
   
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About