Sabtu, 30 Juni 2012

penggalan subtil; jika aku mati oleh Dwi raharioso

Unknown | Sabtu, Juni 30, 2012 |
Jika aku mati

jika aku mati kelak, tidak ada yang tertinggal untuk kuwariskan, selain puisi ini
jika aku mati kelak, saat itulah aku bertemu sepi yang sesungguhnya
dan pelahan-lahan kau melupakanku
jika kelak aku tak ada lagi di sini,
maka kuburlah puisi ini dalam deras hujan yang turun diam-diam

Jika aku mati kelak dan kau masih mengingatku
Maret 2012

Tentang Hujan

aku mendengar sepi berjatuhan dalam hujan
seperti tak tertahan
warna hitam dan segala yang terlepaskan,
hanyalah diriku
dingin udara nafasku
adalah sepenggal bait pendek tanpa pintu
tanpa rindu

aku mendengar hujan sepertiku. Sendiri.
membelenggu

Maret, 2012


Pemahat Pisau

Dengarkan, ia bercerita tentang bara
di sebuah desa terpencil tanpa nama
ketika senja memerah kesumba

Aku telah memahat nasibku
—seumpama empu
dalam sebilah besi dan gagang kayu
maka, kubentuk nasib ini
ke arah maghrib yang sunyi

Kusatukan nubuat ini satu-persatu
tatkala hari kembali dalam warna abu
dan bara membiru

Sejarah adalah senjata—dikuasai luka
maka, kuriwayatkan liku hidupku
serupa hikayat dan tamsil
lihatlah, ujung tajam ini—mengucilmu
dalam suasana yang sentimentil

Dan inilah tubuhku
meruncingmu belaka
hingga hampa benar-benar
kaku tak berwarna

2012


Tuan Kupu-Kupu

Seperti apa lelaki? Katamu, ia diciptakan dari
Penggalan-penggalan sunyi.
Dan ia tidak bertanya, kepada siapa kesenangan
Dituntaskan, melainkan hanya bergema
Dalam sebuah rahasia

Bilamana ia menemukan cinta,
Tiadalah hanya pada pahit kopi dan pekat malam
Belaka. Itulah rumah sesungguhnya.

2012

Cerita Tentang Kotamu

menatap kotamu dalam segelas hujan
lampu-lampu jatuh berpijaran
kenangan yang merembes kesendirian
di antara pintu dan jendela kaca,
warna gelap bertambah samar
kitalah kematian dalam bayang-bayang malam
lalu jatuh,
dilupakan

2012


Penari Topeng

Bebaskan aku, menuju langitmu
sebelum kematian merenggutku

dan fragmen tarian
akan membawaku pulang dari tubuh ini

aku berumah dalam usia
pada nubuat senja

begitu tuhan membaginya lewat angin
debu-debu tubuhku sampai di tanah ini

bebaskan aku, kembali padamu
sebelum hari membakar kayu

dan rindu berubah latu
itulah kenapa bara tak sekekal dulu

sebab aku akan segera pergi
begitu wajahku terisi sunyi

2012


Revolusi

setiap pagi aku mati
dalam letusan-letusan sunyi
radio, buku puisi, senjata, bendera, dan segala yang tak bernama
berwujud peluru
menghentikanku

seorang presiden mengasingkan diri; ketika demonstrasi
begitu tiba-tiba. rakyat hanya tertawa, ketika mahasiswa membakar ban
dan langit menurunkan hujan
aparat memukuli mereka dengan pentungan
aku menelanjangi tubuhku—kaku

2012

fb http://www.facebook.com/dwirahariyoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About