Kamis, 15 Desember 2011

Bagian 1 Bintang Terang (Mutiara Pesisir Meukek)

Unknown | Kamis, Desember 15, 2011 |


karya : Anik Kusmiatun
Semilir angin pantai menyelinap masuk menembus celah-celah jendela kamar asrama membelai dan menyapa dengan lembut. Deburan ombak menghantam tanggul batu di depan asrama menambah gelora semangat di dadaku untuk menapaki masa-masa awal di sekolah yang baru. Kicau burung menyambut terbitnya mentari menyatu dengan harmoni alam nan asri. Kubuka jendela kamar lebih lebar dan tampak jelas bentangan samudera yang luas dengan pasir putih di sepanjang bibir pantai. Nyiur hijau melambai-lambai mengucapkan salam perkenalan penuh kehangatan. Deretan pohon cemara hijau menyapa pagi yang cerah. Ombak bergulung-gulung mendorong kapal-kapal kecil para nelayan yang lambat laun merapat ke tepi pantai. Kapal kecil itu tampak kedinginan setelah semalaman terapung-apung di tengah lautan menemani para nelayan mencari ikan.
          Aku kembali berdiri di depan cermin berukuran 60x40 cm yang tergantung di dinding kamarku. Kupandangi penampilanku yang baru. Kemeja putih lengan pendek dan celana panjang abu-abu membalut tubuhku. Sabuk hitam melilit pinggangku. Sekarang aku terlihat sedikit lebih gagah dibanding beberapa bulan yang lalu ketika aku masih mengenakan celana biru tua. Bau kain baru masih tercium jelas. Maklum karena seragam baruku ini baru saja kupakai dan belum kucuci.
          Sementara itu di luar asrama masih terdengar suara-suara ketokan pintu di satu kamar mandi kemudian disusul ketokan di kamar mandi yang lain. Pukul 06.45 WIB masih ada juga siswa yang belum mandi. Keributan asrama di pagi hari ini masih terasa asing bagiku. Namun aku terus menyesuaikan karena selama tiga tahun ke depan suasana itulah yang akan menemaniku setiap pagi.
          Selesai menyisir rambut, aku baru sadar ada sesuatu yang kurang, yaitu minyak rambut. Pantas saja rambutku terasa kering dan kurang mengkilap. Aku pun tidak lupa menyemprotkan sedikit minyak wangi di bajuku. Minyak wangi ini akan membuatku lebih percaya diri. Apalagi untuk hari pertama masuk sekolah harus memberikan kesan pertama yang begitu menggoda. Selanjutnya tergantung situasi dan kondisi yang ada.
          Tas ranselku yang berisi beberapa buku sudah siap di atas meja. Sambil sedikit merapikan kerah baju, aku melihat teman satu kamarku yang masih sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya.
          “Safrul, kamu cari apa ?” tanyaku penasaran.
          “Aku lupa menyimpan minyak rambutku.” jawab Safrul singkat.
          “Pakai saja itu punyaku di atas meja. Daripada lama mencari dan tidak ketemu, nanti kamu bisa terlambat.”
          “Oke Ja, makasih ya.”
          Safrul langsung mengambil minyak rambutku dan ia pun segera mengoleskan ke seluruh rambutnya. Hasilnya, kini rambutnya terlihat lebih rapi. Agam asli Kluet Utara itu pada saat orientasi siswa baru kemarin dikenal sebagai seniman dengan tampang yang cukup lumayan. Sedangkan aku kemarin mendapat julukan bintang iklan Combantrin (obat cacing). Karena tubuhku yang kurus seperti orang cacingan.
          Dua teman satu rumah denganku tampak asyik bercanda di depan rumah sambil mengenakan sepatu. Berdasarkan peraturan sekolah, semua siswa yang sekolah di sini wajib tinggal di asrama sekolah dan mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan baik itu peraturan dari pihak yayasan maupun sekolah. Sistem yang diterapkan di sekolahku adalah sekolah swasta berasrama (boarding school). Sekolahku adalah satu-satunya sekolah berasrama di daerah pesisir laut Meukek, Aceh Selatan yang merupakan sekolah rintisan kategori sekolah mandiri. Merupakan kebanggaan dan kebahagiaan bagi setiap orang tua yang anaknya dapat masuk di sekolahku, SMA Insan Madani Meukek. Lokasi sekolah ini cukup strategis karena terletak di tepi jalan raya yang merupakan jalan lintas kota Tapaktuan Aceh Selatan dengan kota Meulaboh Aceh Barat. Panorama alam di sekitar sekolah sangat indah. Sekolahku diapit oleh gunung dan laut Meukek. Di sebelah timur tampak gunung yang berdiri kokoh berbentuk seperti tangkuban perahu. Di kaki gunung itu ada dua bukit yang tingginya separuh dari gunung Meukek. Pohon-pohon di gunung itu masih terlihat hijau dan bagian puncaknya sering kali diselimuti awan putih. Setiap pagi matahari muncul dari balik gunung itu.
          Tepat di belakang kompleks SMA Insan Madani langsung berhadapan dengan laut lepas. Setiap sore pemandangan sunset di laut lepas sangat sayang untuk dilewatkan. Puluhan pohon kelapa yang sarat akan buahnya, mendominasi tanaman yang tumbuh di pekarangan sekolah. Kelapa muda itu setiap saat siap dinikmati kalau cuaca sangat terik dan akan menjadi penawar dahaga.
          Sekolah ini baru lima tahun berdiri dan masih berusaha mengukir prestasi dari tahun ke tahun. Itulah sebabnya untuk masuk ke sekolah ini harus sungguh-sungguh dalam bersaing. Rata-rata yang dapat memembus tes seleksi siswa baru adalah mereka yang dulunya masuk peringkat sepuluh besar di SMP/MTs. Pihak yayasan yang mendirikan sekolah ini menginginkan agar input siswa setiap tahun harus berkualitas tinggi. Karena yayasan pernah mengatakan dalam acara penyambutan siswa baru kemarin, bahwa kami (siswa) adalah asset besar bagi kemajuan sekolah ini.
          Fasilitas yang ada di kompleks SMA Insan Madani selain gedung sekolah juga dilengkapi dengan asrama (putra dan putri) serta masjid sebagai pusat kegiatan keIslaman. Saat ini aku tinggal di asrama putra yang terletak di pinggir pantai Meukek. Asrama putra untuk siswa kelas X, XI, dan XII dicampur. Bangunan asrama kami berbentuk rumah panggung kecil, hanya satu ruangan dihuni 4 siswa, dinding dan lantainya dari kayu, atapnya alumunium bercat hijau, teras langsung berhadapan dengan laut Meukek. Siang hari di dalam asrama terasa sangat panas seperti berada di dalam oven. Sungguh sangat tidak nyaman dibandingkan dengan rumahku yang kamarnya ada kipas angin. Saat ini aku harus tinggal di asrama dan meninggalkan segala kenikmatan yang ada di rumah. Kehidupan berasrama pun sudah diatur sesuai jadwal.
          Suara sirine meraung-raung setiap jarum jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Sarapan pagi memanggil seluruh penghuni asrama untuk segera menuju ruang makan. Ustadz Bustanul sebagai bapak asrama sudah keliling asrama menyuruh kami segera menuju ruang makan. Kami segera berlari ke ruang makan yang berada di GSG (Gedung Serba Guna). Sebuah bangunan yang cukup megah berlantai dua itu sebenarnya adalah gabungan antara gedung serba guna dengan masjid. Lantai satu adalah ruang serba guna semacam aula besar yang digunakan untuk tempat makan dan ruang pertemuan. Sedangkan lantai dua adalah masjid yang atapnya berkubah hijau besar. Pembangunan masjid itu baru setengah jadi sehingga belum bisa digunakan. Desain interior masjid yang dipenuhi kaligrafi sudah jadi, akan tetapi lantainya belum dikeramik. Itulah sebabnya seluruh aktifitas ibadah dialihkan di lantai satu. Aula GSG setengah dipakai untuk tempat sholat, sedangkan setengahnya dipakai untuk tempat makan.
          Kulihat siswa putri sudah duduk rapi di kursi masing-masing lengkap dengan hidangan di hadapan mereka. Ada tiga deret meja panjang. Dua deret untuk siswa putri dan satu deret untuk siswa putra. Tempat duduk kami berselang-seling antara kelas X, XI, dan XII. Setiap kursi sudah tertempel nama kami sehingga semua siswa dapat duduk tertib di tempatnya masing-masing. Aku segera mencari kursiku. Akhirnya kutemukan juga kursi berlabel “SAID RODHA MARSHAL”. Teman-teman lebih akrab memanggilku Oja. Aku duduk tepat di samping Bang Rivan Rinaldi (kelas XI) dan Bang Akmal Maulizar (kelas XII).
          Setelah semua siswa duduk rapi, salah seorang anak putri yang belum kukenal namanya berdiri memimpin doa bersama sebelum makan. Tradisi makan berjamaah tetap dijunjung tinggi di sekolah ini. Selesai berdoa dengan khusyuk, hidangan itu langsung kami santap. Nasi yang masih hangat ditemani sambal goreng kentang, tempe, hati, sambal lado, ditutup dengan segelas air putih terasa begitu nikmat. Inilah yang belum pernah kutemui saat aku masih di rumah. Selama tinggal di asrama, aku harus berlatih makan pagi setiap hari. Padahal kebiasaan makan pagi masih agak berat bagiku. Namun peraturan sekolah seperti itu dan semua siswa harus melakukannya setiap hari.
          Sarapan pagi sudah selesai, semua siswa langsung berhamburan keluar GSG menuju ke lapangan. Belum lengkap rasanya jika hari pertama masuk sekolah tidak disertai dengan upacara bendera. Barisan kelas X, XI, dan XII membentuk huruf U. Sementara itu barisan guru menutup huruf U tersebut dan akhirnya formasi berubah menjadi persegi. Upacara bendera berlangsung tertib. Aku merasakan ada sesuatu yang berbeda pada upacara pagi ini. Perasaan bangga dan takut bercampur menjadi satu. Berdiri bersama teman-teman di sini membuatku bangga karena aku berhasil masuk di sekolah ini mengalahkan beberapa orang yang mencoba menembus seleksi masuk SMA Insan Madani. Sementara itu, di sisi lain perasaan takut pun ada. Kupandangi semua wajah siswa yang mengikuti upacara. Pancaran aura yang terlihat dari mereka di dalam diri mereka tersimpan potensi yang berbeda beda. Potensi orang-orang yang siap bersaing dalam merengkuh ilmu sebanyak-banyaknya. Aku takut, apakah aku masih sanggup bersaing dengan mereka? Aku harus optimis dan berani bersaing sehat.
          Kini tiba saatnya pembina upacara menympaikan amanatnya. Kepala sekolah kami yang penuh karisma berdiri tegap dengan suara yang lantang menyampaikan pesan dan motivasi untuk kami. Satu kalimat yang cukup berkesan bagiku adalah “Kalian adalah bintang terang Aceh Selatan.”
          Satu kalimat yang memiliki sejuta makna penuh harapan mulia. Kami adalah harapan orang tua kami dan guru-guru kami. Bintang terang artinya seseorang yang memiliki cahaya yang akan menjadi penerang di sekitarnya. Bintang yang akan senantiasa bersinar memberikan manfaat bagi semua orang yang tidak akan pernah redup cahayanya. Bukan seperti sebatang lilin yang mampu menjadi penerang sementara dia membakar dirinya hingga habis. Harapan yang disampaikan oleh kepala sekolah kami menjadi penyemangat awal yang akan mengantarkan hari-hari kami ke depan di SMA Insan Madani. Di sinilah awal mula kami dididik untuk mewujudkan harapan besar itu. Bintang terang Aceh Selatan yang senantiasa bersinar dan kelak akan memiliki daya saing dengan bintang-bintang dari daerah lain. Pesan dan harapan menjadi bintang terang Aceh Selatan itu ditutup dengan pekikan penyemangat yang menjadi jargon sekolah kami. Seluruh peserta upacara dengan suara lantang meneriakkan jargon :
“SEMANGAT, SUKSES, MULIA”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About