Senin, 10 September 2012

aku akan melamar mu

Unknown | Senin, September 10, 2012 |

Suasana malam mulai terasa semakin dingin dan menusuk, keheningan pun mulai terasa. Air mata pun terjatuh dari sudut mata Aliya. Tak ada suara. hanya guratan kesedihan yang tak bisa terbendung dari wajah anggun Aliya. Deni hanya bisa menenangkannya dengan mengusapkan air matanya dengan kedua jempolnya sambil berkata.
“kamu jangan nakal ya? Mas pasti akan balik dan melamar mu”
Aliya hanya bisa mengangguk ringan sambil tersenyum simpul. Meski ia sungguh tak bisa menghentikan rintikan air matanya yang terus jatuh seakan-akan tak mau berhenti. Dengan tatapan tajam Aliya menatap wajah deni yang penuh keteduhan. Tanpa berucap selirih kata.
Akhirnya mereka pun berpelukan untuk yang terakhir kali, sebelum mereka benar-benar dipisahkan oleh keheningan malam dan air mata.
***
Setiap hari Aliya hanya melihat layar hand phone nya. Berharap ada pesan atau panggilan dari sang terkasihnya Deni. Namun, bagai ditelan bumi. Deni seakan benar-benar hilang dari kabar. Jangan kan pesan yang penuh dengan kata-kata romantic, pesan yang bertuliskan “Assalamu’alaikum” pun tak kunjung hadir menghiasi layar telepon genggam Aliya.
Aliya masih tetap berharap akan ad kabar dari Deny. Meski mungkin hal itu kini bagaikan memindahkan memindahkan gunung. Hal yang dahulu begitu sering dilakukan oleh Deny kini tak lagi. Hanya sebuah foto berukuran 2R yang menjadi hiburan Aliya dikala ia sangat merindukan sosok Deny.
Aliya terus memadang foto itu hingga terkadang ia meneteskan air mata. “Mas kamu dimana?, kok gak pernah ngabari aku?”, gumam Aliya sambil menitihkan air mata. Ia kini menjadi sosok yang kehilangan semangat hidup, ia tak mau untuk membuka hatinya untuk orang lain. Meski kabar dari Deny tak kunjung datang.
***
“assalamu’alaikum”, sebuah pesan singkat muncul dari layar telepon genggam Aliya. Ia lihat pada atas layar ternyata bukan bertuliskan “Mas Deny” melainkan Hendra. Teman sekelasnya yang cukup pintar dengan wajah yang begitu berkharismatik. “wa ‘alaikumsalam”, balas Aliya ringan.
“sedang apa? J” sambil menambahkan senyum pada akhir pesan yang sering dilakukan Deny kepadanya. Sejenak ia teringat pada pesan-pesan singkat Deny kepadanya yang dahulu menjadi kebiasaan Deny.
“emang kenapa?”, tanyanya balik.
“ah nggak kok J
Kembali Hendra mengakhiri pesannya dengan menambahkan senyum itu. Senyum yang begitu membekas. Akhirnya perbincangan melalui pesan singkat terus berlanjut. Hingga malam dan kantuk yang menghentikan pembicaran diantara mereka.
***
Hubungan diantara Aliya dengan Hendra kian hari kian dekat. Gurat kesedihan yang dulu menjadi hiasan wajah Aliya kini berganti menjadi guratan tawa dan canda. Ia kini seperti telah terlahir kembali. Sejenak ia dapat melupakan Deny yang telah menghiasi hatinya selama 1 tahun terakhir. Mungkin masih terlalu singkat. Tapi karena cinta yang diberikannya begitu tulus yang membuat Aliya begitu sulit melupakan Deny.
“Sedang apa? J ”, lagi-lagi pesan dari Hendra yang menghiasi layar telepon genggam Aliya. Bukan dari Deny yang telah menjadi belahan jiwa Aliya. Dengan cepat Aliya membalas pesan singkat itu. Bahkan dengan perasaan yang sedikit berbeda ia menanggapi pesan singkat itu.
Aliya kini seakan telah berubah haluan, ia seperti tak perlu menunggu akan turun hujan yang sedari lama tak kunjung turun. Ia kini telah menemukan hiburan baru yang bisa menentramkan hatinya dan juga dan menghilangkan kejenuhannya itu akibat menunggu hujan yang tak kunjung membasahi bumi.
Kedekatan mereka tak bisa dihindarkan lagi, benih-benih cinta diantara mereka seakan telah tumbuh dan siap menjadi bunga-bunga kecil yang kemudian bermekaran dan memancarkan semerbak keharuman. Mereka menjadi tidak malu-malu lagi untuk menunjukan keromantisan mereka di depan teman-teman mereka. Dan kini Aliya seakan telah benar-benar pergi dari rumah tak berpenghuni itu.
***
“Aliya mau kah kamu menjadi pacar ku”, tiba-tiba suara itu keluar dari bibir Hendra. Sesosok pria yang pada awalnya hanya menjadi penghias malam tanpa bintang. Dan menjadi mata air dalam kehausan hati. Sejenak ia terlempar pada beberapa saat silam. Ia kembali teringat pada raut wajah Deny yang begitu menyejukkan ia juga kembali teringat dengan semua romantika Deny. Suara Deny seakan bergaung di telinganya. Kata-kata manisnya. Semua memori itu kembali muncul lagi, dan bergerak begitu cepat.  Aliya menjadi begitu bingung dengan semua ini. Apa yang harus ia lakukan? Kini menjadi hal yang begitu sulitt dilakukan. Meski ia hanya cukup menjawab ya atau tidak.
Dalam keheningannya itu. Tiba-tiba terdengar suara yang berbisik lirih ditelinga Aliya. “kamu jangan nakal ya? Mas pasti akan kembali dan melamar mu”.
Suasana pun menjadi hening, tak ada sepatah kata yang terlontar dari bibir mungil Aliya. Sejenak ia terdiam, kebingungan semakin  tampak pada raut wajah Hendra. “apa salah ku? mengapa Aliya tak membalas cinta ku? apakah Aliya memang tidak mencintai ku?” gumam Hendra bingung dalam hati.
“aku mau menjadi pacar mu  Hendra”, dengan lirih Aliya menjawab.
Keheningan seakan dipecahkan oleh suara lirih itu, Hendra menoleh. Raut wajah Hendra berangsur-angsur mulai tersenyum. Tapi tidak dengan Aliya. Ia menjadi murung akibat jawaban yang baru saja ia lontarkan. Aliya tak mengerti apakah ia benar-benar mencintai Hendra yang telah menghiasi hidupnya kini. Atau kah Aliya hanya kasihan pada Hendra dan menerima Hendra. Atau bahkan apakah cintanya pada Hendra hanya pelarian semata?.
Sejenak ia terdiam. Keheningan pun kembali terasa. Dingin juga bukan hanya menjadi hiasan malam tapi jua telah menembus hingga tulang-tulang. Tak ada yang berucap. Seakan ada bisikan dan menguatkannya. “kamu pilih saja Hendra toh Deny juga tak ada kabar dan mungkin kini ia telah memiliki kekasih yang lain diluar sana”. Kata-kata itu terdengar Aliya seperti rekaman kaset yang terus berputar dan tak tau sampai kapan akan berakhir.
Hendra memberanikan diri untuk memecah keheningan malam itu.
“kenapa Aliya? Ada apa dengan mu?”
Hanya gelengen kepala yang menjadi jawaban atas pertanyaan yang begitu sulit dijawabnya.
“apakah kamu ragu dengan jawaban mu itu?”
Keheningan pun kembali terasa.  Hendra terdiam. Tak ada gurauan tak ada candaan. Hanya keadaan yang terlihat begitu kaku oleh sepasang insan yang mulai merasakan benih-benih cinta.
Lima belas menit berlalu tanpa ada seuntai kata yang keluar dari mulut kedua insan ini. Hanya dingin yang kini begitu terasa. Tapi perasaan bingung yang dirasakann Aliya membuat dingin hanya sebagai hiasan malam yang tak terasa.
Aliya mulai menarik nafas panjang. Hendra menolah dengan penuh harapan. Aliya mulai memberanikan diri menguraikan benang kusut yang sedari tadi menggumpal di dalam pikirannya.
“hen, aku tahu kamu mencintaiku. Aku tahu kamu menyayangi ku. dan kamu juga telah begitu baik dengan ku” lirih Aliya mengutarakan isi pikirannya yang sedari tadi menjadi beban pikirannya.
“lantas. Apakah kamu tidak mencintai ku?”, Tanya Hendra penasaran.
Aliya menggeleng. Aliya melanjutkan kata-katanya.
“aku pun mencintai mu Hen. Tapi aku masih ragu dengan perasaan ku sendiri”
“apa kamu tidak yakin kalau aku benar-benar mencintai dan menyayangi mu”
“tidak hen, bukan itu”
“lantas apa?”, balas Hendra dengan sedikit menaikan suara.
Air mata tak pelak tumpah dari sudut-sudut mata Aliya. Mengalir bagaikan aliran sungai yang begitu deras. Tanpa suara isakan.
“maaf Aliya jika saya kasar”
“bukan, Hendra. Bukan itu yang membuat ku menitihkan air mata ini.”
“aku hanya ragu tentang perasaan suka ku pada mu. Yang dahulu walau segenggam kapas pun tak ada. Namun karena kebaikan mu pengertian mu dan segala apa yang telah kau beri. Segenggam kapas itu kini telah berubah menjadi setumpuk gunung yang amat tinggi. Mungkin kamu menilai kata-kata ku terlalu berlebihan. Tapi itulah yang kurasa”
“lantas apa lagi yang membuat mu sulit menrima ku?” balas Hendra pelan.
“sebelum kau datang dalam hidup ku . . . .”, Aliya mulai menceritakan kisah klasik nya yang telah tertimbun dalam sanubarinya. Ia menceritakan tentang segala hal yang menjadi alasan mengapa ia sulit menerima Hendra dengan pasti.
Lalu ia mulai bercerita mengenai hubungannya dengan Deny hingga perpisahannya dengan Deny dan janji nya. Yang membuat Aliya begitu bimbang dengan keputusannya.
Dengan tenang, atau lebih tepat Hendra mencoba tenang menanggapinya.
“lia, aku tidak memaksa mu menjadi bagian dalam hidup ku secara utuh. Aku hanya ingin kau menjadi yakin dengan apa yang menjadi keputusan mu nanti”.
Hendra melanjutkan.
“aku tahu, kamu begitu merindukan sesosok Deny yang telah menhiasi hidup mu. Tapi apakah kamu tidak melihat kehadiran ku yang begitu nyata dihadapan mu?”
“Deny telah lama hilang dalam kehidupan mu. Dan kamu? kamu tidak tahu apa yang telah terjadi padanya. Apakah ia telah memiliki kekasih lain atau tidak kamu tidak mengetahuinya”, sambung Hendra meyakinkan Aliya.
“apakah kamu akan akan membiarkan dirimu larut dalam penantian yang tiada berkhir?”.
Hendra mengurai tanggapannya bertubi-tubi hingga tak member Aliya untuk membalas tanggapannya itu. Aliya melihat Hendra dengan penuh keyakinan. Tak ada suara tak ada lantunan kata yang terlontar dari bibir mungil itu.
Hendra terdiam. Dan kembali keheningan yang mengambil peran. Dikala dua insan ini mulai terdiam kaku. Dibawah sorotan lampu taman. Malam tampak begitu indah dengan purnama yang begitu terang dan besar. Mungkin malam ini adalah super moon. Tapi tak begitu indah oleh yang dirasakan dua insan muda ini.
“ya aku mau”. Lagi-lagi kata-kata dari bibir Aliya yang memecah kebuntuan malam.
“aku akan mencintai mu dengan utuh”.
Hendra berbalik. Hendra kini merasa benar-benar bahagia. Ia tak bisa menutup perasaannya itu. Perasaan yang sejak lama ia nantikan.
“apakah kamu yakin dengan kata-kat mu Aliya?”, Hendra meyakinkan dirinya.
Aliya mengangguk. Bukan menggeleng yang menjadi kebiasaannya.
“bagaimana dengan penantian mu selama ini?”, Tanya Hendra ragu.
Aliya menarik nafas panjang. Kemudian ia mengutarakan isi hatinya.
“aku telah menunggu Deny sejak lama. Kabar pun tak tersirat oleh nya. Hingga membuat aku menjadi frustasi dan kacau. Dalam kekacauan pikiran ku ini. Aku menemukan mu yang seakan menjadi mata air ku, yang selalu menyejukkan hari-hari ku.”
Hendra tersenyum.
“boleh kah aku memeluk mu?”
Aliya mengangguk. Kini bukan gelengang kepala yang menjadi kebiasaannya melainkan anggukan kepala.
Mereka pun berpelukan dibawah lampu taman yang meyoroti mereka begitu tajam. Serta ditemani kilauan cahaya purnama yang begitu indah. Perasaan bimbang, kacau, dan sedih kini telah melebur menjadi luapan kebahagiaan pada diri Aliya. Air mata pun kembali gugur dari matanya yang begitu indah. Tapi bukan air mata kekecewaan. Akan tetapi air mata kebahagiaan dan kelegaan hati.
***
Setelah kejadian itu mereka menjadi semakin dekat. Dan benih-benih cinta itu telah tumbuh menjadi bunga-bunga yang telah bermekaran. Hingga tak terasa masa putih abu-abu akan segera mereka tinggalkan. Segala kenangan yang pernah mereka alami pun akan menjadi bingkai pada kehidupan mereka dikala hari telah senja nanti.
Hari yang dinanti-nanti akhirnya menghampiri mereka. Hari dimana lonceng tanda perpisahan di bunyikan. Hari dimana seragam putih abu-abu harus diganti. Semua siswa tampak larut dalam kebahagiaan itu. Tak terkecuali dengan Aliya. Ia begitu tak sabar untuk melanjutkan study nya kejenjang perkuliahan, meski kesedihan tak bisa terelekan dari  wajah anggunnya.
Pembawa acara mulai naik ke atas panggung.  Sebagai tanda acara perpisahan kelas XII akan segera dimulai. Semua siswa tampak cantik dan gagah dalam balutan kebaya dan jas. Tak terkecuali Aliya yang menggunakan kebya coklat serta membiarkan rambutnya terurai rapih.
Acara pun dimulai dengan suka cita. Pentas hiburan mulai dipentaskan. Dan para siswa/siswi tampak larut dalam acara itu. Hingga ketegangan terasa ketika acara telah memasuki bagian pengumuman kelulusan.
Raut ketegangan mulai terpancar dari wajah siswa/siswi kelas XII. Mereka dengan seksama mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari pembawa acara.
“sebelum masuk pada acara utama yakni pengambilan amplom kelulusan oleh para siswa/siswi kelas XII. kami akan menyebutkan siswa/siswi yang masuk 10 besar”. Ucap pembawa acara
Para siswa tampak mulai tegang. Raut kecemasan sangat jelas terlihat dari wajah-wajah mereka. Satu persatu pembawa acara mulai menyebutkan nama mereka. Satu per satu diantara mereka juga maju mengambil hasil mereka dan dikalungkan cendra mata oleh kepala sekolah.
Hingga            .
“yang mendapatkan peringkat 3 adalah…. Aliya Trihapsari”, ucap sang pembawa acara. Riuhan tepuk tangan pun menggema ruang perpisahan. Dari tempat duduk para orang tua murid Kedua orang tua Aliya tampak haru mendengar anak semata wayangnya itu mendapat peringkat 3 besar. Tak lupa Hendra memberikannya selamat. Aliya naik ke atas panggung untuk mengambil hasil nilai ujiannya dan dikalungkan cendra mata oleh kepala sekolah.
Ketika ia mengambil hasil ujian dan dikalungkan cendra mata. Dari atas panggung, tanpa sengaja mata Aliya tiba-tiba menangkap sesosok pria yang begitu akrab diingatannya. Dari jauh pria itu tampak larut dalam kebahagiaan Aliya sambil tersenyum, pria itu bertepuk tangan untuk Aliya. Aliya mencoba mengingat kembali tentang siapa pria itu. Pria itu seakan tidak begitu asing diingatan mudanya. Aliya seakan sering bertemu dengan pria itu. Tiba-tiba ia seakan ke masa lalu. Kala pria itu dulu masih bersamanya. Deny. Tiba-tiba nama itu muncul secara tiba-tiba, nama yang telah terpendam dalam lembah hati yang paling dalam. Kini muncul kembali dan seakan ingin berteriak “aku masih ada”.
Wajah Aliya menjadi kaku, ia menjadi bingung dengan keadaan ini. Seakan ingin berteriak kalau mengapa ini terjadi?. Dia seakan dihadapkan oleh jalan buntu. Aliya mempunyai janji dengan Deny dan kini ia telah menjalin hubungan dengan Hendra. Bahkan suatu hubungan yang kian dekat dan semakin dekat. Aliya dan juga sudah begitu akrab dengan keluarga Hendra, begitu pun dengan Hendra.
***

Seusai acara perpisahan itu. Para siswa tampak hanyut dalam luapan kegembiraan, mereka berfoto-foto. Ada juga yang berpelukan. Suasana gedung perpisahan yang tadinya begitu kaku kini menjadi santai dan penuh tawa canda. Begitu pun dengan Aliya yang tak mau melewatkan momen ini. Dia menyempatkan untuk berfoto bersama teman-temannya. Kemurungan dan kebingungan yang ia rasakan tadi, Nampak berangsur-angsur mulai hilang. Ketika ia sedang sibuk berfoto ria. Tiba-tiba datang sesosok pria yang sempat menjadi perhatiannya tadi.
“selamat ya lia”, suara itu memecah riuahan suara teman-temannya.
 “ia”, Aliya berbalik.
Aliya kaget, ia seakan tak kuasa menahan kebingungannya terhadap pria yang sekarang berada di depannya kini. Aliya benar-benar tak menyangka bahwa pria yang tadi ia lihat adalah benar-benar Deny. Dan kini pria itu telah berdiri tepat didepannya.
“apa kabar?”
“mmm,, baik”, jawab Aliya seperti ada sesuatu yang disembunyikan.
Dengan cepat Aliya menggandeng pria dan mengajaknya ke luar gedung. Aliya tak ingin Hendra melihatnya bersama seorang pria lain. Apalagi jika Hendra tahu pria yang bersama Aliya kini adalah Deny. Pria yang pernah sangat dicintai Aliya.
“kenapa lia? kenapa kamu menarik mas seperti ini?”, Tanya Deny bingung.
“ikut saja mas”.
Akhirnya mereka berdua duduk disebuah bangku taman, yang cukup sejuk dan tak terlihat oleh siapa pun.
Aliya mulai mengatur napas. Raut kebingungan kini terpancar pada wajah Deny. Raut wajah yang tidak begitu berubah hanya saja Deny terlihat lebih dewasa.
Keheningan kembali mulai terasa diantara mereka. Semua terdiam, tarikan napas pun tak terdengar dari keduanya. Hanya raut kebingungan yang masih melekat di wajah Deny.
Aliya mulai menarik napas panjang.
“mas, Aliya minta maaf”, suara lirih itu yang memecah keheningan.
“minta maaf kenapa?”, jawab Deny bingung.
“Aliya sekarang telah ada yang punya, mas bukan pacar Aliya lagi sekarang”, Aliya mencoba menguatkan hatinya
“apa?”
“mengapa kamu tidak bisa menjaga kesetiaan mu?”, balas Deny.
“maaf mas”.
Tiba-tiba air mata Aliya tumpah membasahi pipinya.
“tapi kan kamu telah berjanji Aliya?”
“aku tak bisa didiamin terus mas, aku butuh perhatian. Aku selalu menunggu kabar dari mu. Tapi, itu semua hanya seperti angan-angan belaka mas”, Aliya seakan tak bisa menahan air matanya.
“maaf lia, mas tidak memberi mu kabar bukan karena mas melupakan mu. Tapi karena memang mas ingin fokus dalam kuliah mas”
“tapi mengapa sebait pesan pun. Tidak mas kirim?”,
Keheningan kembali mengambil perannya. Ia seakan menjadi pemisah antara suatu lakon dengan lakon yang lain.
“mas, kenapa mas tidak jawab?”, Aliya kembali menitihkan air matanya untuk yang kesekian kalinya.
“maaf lia, mas disana harus bersusah payah kuliah sambil bekerja. Mas kerja dari pagi hingga sore dan melanjutkan kuliah dimalam harinya. Mas terkadang harus bekerja dalam keadaan sakit agar bisa hidup disana. Jadi jangankan mengabari mu. Untuk mengabari kedua orang tua ku aja mas amat sangat jarang. Karena padatnya aktifitas ma situ”
“mas harap kamu bisa mengerti Aliya”
Air mata Aliya pun kembali gugur dengan isakan tangis yang tidak begitu keras. Aliya seakan telah mengambil keputusan yang salah. Aliya tak henti-hentinya menitihkan air mata hingga matanya menjadi bengkak dan merah.
“udah lah lia kamu gak perlu nangis lagi”
“maaf mas, aku tidak bisa menjga perasaan ini.”
“sudah lah, kesalahan ini bukan milik mu sendiri. Tapi milik aku juga, mengapa aku tak pernah merawat hubungan ini, dengan member pupuk dan menyiramnya terus dengan cinta. Semua telah terjadi lia. Semoga kamu bahagia dan bisa setia dengan pria pilihan mu”
Deny berdiri. Dan tiba-tiba datang Hendra yang bingung melihat Aliya dengan mata sembab dan air mata yang tak kunjung habis.
“Aliya kamu kenapa?”, Tanya Hendra.
Aliya menggeleng.
“selamat ya”, ucap Deny sambil menjabat tangan Hendra.
“tolong jaga dia, karena dia sungguh menyayangi mu”. Sambung Deny.
“Aliya mas pergi ya, jaga diri mu”
Sambil tersenyum. Deny meninggalkan Aliya yang masih tak percaya dengan kebodohannya itu serta Hendra dengan kebingungannya terhadap keadaan Aliya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About