Kamis, 28 Februari 2013

AKU BUKAN JURNALIS “Mencari Informasi Itu Tidak Mudah”

Unknown | Kamis, Februari 28, 2013 |


Hari itu cukup cerah, seperti biasa para mahasiswa mulai berdatangan. Jam menunjukkan pukul 07.01 dan jam pertama sudah dimulai. Tapi para mahsiswa masih berdatangan dan mulai membariskan kendaraan mereka pada tempat-tempat parkir dengan rapih. Semua tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing, mengobrol, berjalan berdua, bertiga serta ada juga yang terlihat berjalan dengan terburu-buru.

Tapi aku tidak sama seperti apa yang mereka kerjakan, hari itu aku akan pergi mengikuti Pelatihan Jurnalistik. Dengan perlengkapan mandi, tulis, hingga segala jenis keperluan sudah lengkap berada di dalam rangsel kebanggan ku, rangsel yang selalu ku gendong saat aku akan melakukan suatu perjalan. Dengan santai aku berjalan menuju tempat berkumpul.

Sampai disana, kulihat hanya beberapa orang yang telah memenuhi janjinya untuk berkumpul pada pukul 07.00 sesuai tulisan yang tertera pada jadwal. Sepi, lengang, mungkin itu yang tepat untuk menggambarkan apa yang kulihat. Para panitia juga belum semua hadir, beberapa dari mereka terlihat sangat sibuk bahu membahu dalam mempersiapkan acara itu.


Satu per satu dari kejauhan mulai tampak berdatangan dengan perlengkapan yang tidak begitu berbeda dengan apa yang ku siapkan. Kesan antusias begitu tergambar dari wajah-wajah mereka yang mengukirkan senyuman khas dan semangat. Aku sendiri masih bingung menempatkan perasaan senang, sedih, atau cukup dengan mengikuti perasaan antusias dari para peserta lain.

Waktu akhirnya membawa peserta pada pematangan persiapan. Seluruh peserta berkumpul dan satu per satu dari mereka mulai diabsen oleh panitia termasuk aku tak ketinggalan untuk disebut namanya. Pencocokkan data tertulis dengan para peserta selesai  saatnya para peserta menaiki bis yang telah disiapkan panitia, bis berukuran kecil dengan perawakan sederhana menambah kesan menarik pada kegiatan yang sesaat lagi akan terlaksana.

Selama dalam perjalanan tidak ada yang begitu menarik, nampak datar tanpa kesan. Kebanyakkan  peserta nampaknya lebih memilih tidur daripada berkelakar atau bersendaguarau dengan teman sebelahnya. Tapi tidak dengan aku, aku lebih memilih untuk tidak mengistirahatkan sejenak raga dengan mempelajari Kamera Cannon seri EOS 100D kepunyaan teman sebelah aku, panitia yang cukup akrab dengan para peserta. Mungkin kesibukkan ku mempelajari kamera membuat mata ini enggan untuk terlelap meski perjalanan cukup jauh.

Tak terasa beberapa jam telah berlalu, akhirnya bis yang ditumpangi ku beserta para peserta lain sampai. Pada sebuah wisma berasitekur lawas, cukup besar, asri, kokoh sebuah kesan pertama tiba-tiba menyeruak keluar dari dalam kepala ini. 

Persiapan pun dilakukan, para peserta mulai memasuki kamar masing-masing. Megistirahatkan sejenak raga yang sedari tadi hanya terduduk kaku di dalam bis selama kurang lebih 2 jam. 

Beberapa saat kemudian panitian memberi tahukan kepada ku dan para peserta lain untuk mengikuti materi. Satu per satu peserta mulai memasuki ruang pertemuan, sebuah tempat yang dikhususkan bagi tempat pertemuan, dengan meja-meja yang tertata rapih serta kursi yang disisipkan diantaranya membuat ruang ini pantas disebut ruang pertemuan. 

Kelas pun dimulai, ilmu kejurnalistikkan siap diserap. Tak tanggung-tanggung tiga materi langsung dijejalkan kepada para peserta awam sebelum diakhiri karena sholat jum’at.  

Hal yang dinanti pun tiba. Tiba-tiba panitia mengumumkan kalau makan siang sudah siap. Satu per satu peserta mulai mengambil nasi dan menyantap menu yang ditawarkan, suasana keakraban tampak semakin nyata diantara aku dan peserta lainnya juga dengan para panitia yang begitu rapih menata kegiatan itu. Cair, melebur, membaur, tanpa pembatas nyata diantara kami. 

Sendokan terakhir pun tak pelak masuk ke mulut, menandakan kegiatan inti dari acara pelatihan jurnalisme akan digelar. Sebenarnya aku berharap bahwa praktek jurnalistik yang telah direncanakan semula batal dilaksanakan, entah apa yang ku khawatirkan tapi itulah yang kurasa.
Panitia mulai mengarahkan para peserta untuk berkumpul, peserta lantas dibagi dalam beberapa kelompok dan juga aku yang tak luput dari pembagian panitia. Panitia membagi aku bersama tiga orang lainnya dan didampingi oleh seorang pembina Lutfi Fauziah. Jujur, tugas awal ini membuat aku cukup bingung untuk melangkah. Mana yang harus ku jalankan duluan? Kaki kiri kah? Atau kanan? Ke utara kah? Atau selatan?.

Berangsur-angsur hal itu mulai tampak jelas saat pembina mulai memberikan arahan kepada kelompok kami. Dia menjelaskan apa yang harus kami lakukan, langkah pertama yang kami lakukan adalah gagas tema (gastem) langkah awal sebagai penentu langkah-langkah kongkrit selanjutnya. Lantas kami berempat dibagi tugas kerjanya, dan mulai bertindak sebagai seorang jurnalis. 

Dengan sengaja aku mengajukan diri untuk menggarap topik utama, salah satu tugas dari empat tugas yang dilimpahkan kepada kelompok kami juga kelompok-kelompok lain, ketiga tugas yang lain adalah penata letak, liputan, dan penulis resensi dan salah satu dari kami harus bertugas ganda untuk juga menggarap salam redaktur. Sebuah salam pembuka oleh redaktur guna mengarahkan pembaca terkait topik yang diangkat di dalam berita.

***

Dengan perlengkapan layaknya seorang jurnalis; seperti recorder, kamera, pengenal, dan juga surat izin. Ku susuri jalan menurun menuju suatu tempat dimana disana aku bisa mendapat banyak informasi. Selangkah demi selangkah terus ku susuri jalan itu. Hingga pada langkahan kaki yang cukup jauh aku masih juga belum menemukan satu atau dua Narasumber yang bisa menjelaskan sedikit banyak mengenai daerah itu. Sebuah daerah wisata di daratan tinggi utara Yogyakarta, yaitu Kaliurang.

Langit tampak menjadi gelap seketika itu hujan mulai mengguyur dan membasahi sekitar. Langkah ku terhenti pada suatu tempat berteduh, berhenti untuk terus berjalan. Bermodalkan mantel hujan yang telah disediakan oleh panitia, aku lantas menggunakannya dan meneruskan perburuan ku. Berburu berita di daerah minim penduduk,. Ya, itulah yang kurasa. Hujan pun tampak semakin akrab dengan ku terbukti hujan yang awalnya hanya seperti tetesan-tetesan air yang jatuh kini bagaikan guyuran air yang sangat banyak dari langit.

Tak ada pilihan lain, berlari adalah pilihan tepat sementara perlengkapan ku, ku sisipkan di dalam mantel hujan ku sambil tetap ku pegangi. Tiba-tiba larian ku terhenti pada sebuah pertigaan, ku lihat di depan mataku terdapat sebuah warung. Sontak aku tersenyum dan berkata dalam hati “akhirnya dapat Narasumber juga”. Tapi tiba-tiba senyuman ku berakhir tepat 5 detik setelah aku pertama kali tersenyum.  Dari tempat ku berdiri terlihat teman kelompok ku yang juga mendapat tugas mencari berita sudah berada dan meneduh di tempat itu.

Mungkin bagi kebanyakan orang meminta informasi dari orang yang sama terkait informasi yang sama juga adalah hal yang wajar-wajar saja, tapi menurut ku lebih baik aku mencari tempat lain dan mungkin juga disana aku akan menemukan narasumber yang bisa menjawab keinginantahuanku.
Ku tengok kanan, kiri, dan pada segala arah. Nampak pada sebelah kanan ku banyak tertulis nama-nama hotel dengan berbagai fasilitasnya. “wah, disini banyak hotel-hotel ternyata,” ujar ku dalam hati. “tapi dimana?,” sambung ujaran ku. Sambil dalam keadaan bingung aku melihat kios yang tak terlalu besar tepat berada hanya sekitar 5 meter dari tempat ku berdiri. Hujan masih terus mengguyuri kawasan kaliurang, tepatnya  kepala dan badan ku. Dengan tanpa berpikir panjang langsung saja datangi kios tersebut sambil berharap aku bisa mendapat informasi tentang kaliurang, dan kembali ke wisma.

Aku mendatangi kios itu dengan keadaan lengkap bermantel serta basah. Dari raut mukanya bisa ku tebak kalau penjaga kios itu berharap aku akan membeli satu atau beberapa dari apa yang dijualnya, hal itu terbukti saat aku mulai bertanya. “maaf bu mengganggu, saya dari lembaga pers mahasiswa ingin mewawancarai ibu terkait tempat ini.” Spontan penjaga kios itu yang kebetulan ibu-ibu menjawab “oh, kalau mau wawancara kesana saja mas,”sambil menunjuk sebuah rumah putih ber-arsitektur lawas. “itu rumahnya kepala pariwasata tempat ini”, sambungnya.

“Disana ya bu?,” menunjuk tempat yang dimaksud. “iya”, balasnya ramah. Tanpa membuang buang waktu langsung saja aku pamit dan bergegas ke rumah yang dimaksud oleh ibu penjaga kios.

Tampak sebuah plang kayu berdiri tegas di depan rumah berwarna putih yang disebut sebagai rumah kepala pariwisata daerah kaliurang. Hal itu membuat ku semakin yakin atas arahan dari penjaga kios tersebut. Ku masuki pekarangan rumah tersebut dan ku lihat seorang bapak-bapak yang sedang bekerja layaknya seorang tukang. “maaf pak, yang punya rumah ada?” ku tanya pada bapak-bapak itu. “oh ada mas, silakan langsung saja ke rumahnya,” balas bapak-bapk itu singkat.
“permisi-permisi,” panggil saya sambil beridiri depan pintu rumah tersebut. Tampak dari dalam seorang ibu-ibu yang sudah cukup berumur muncul dari balik gordin dan mencari-cari asal suara ku. Dengan tatapan penuh tanya ibu-ibu itu menghampiri ku yang telah basah oleh guyuran hujan. Ku rasa ibu-ibu itu cukup tidak nyaman dengan penampilan ku. Memakai mantel hujan hingga menutupi lutut dan celana yang mulai tampak basah. “cari siapa?,” tanya nya sambil terkesan berteriak. “maaf bu, bapaknya ada?,” balas ku sopan. “bapaknya tidak ada,” sambil melambai-lambaikan tangan. “oh iya bu makasih,” balas ku sambil meninggalkan rumah itu.

Jawaban singkat dari ibu-ibu itu membuat ku harus meneruskan perjalanan ku. Ku susuri lagi jalan basah itu serta di temani rintikan hujan. Hingga langkah ku terhenti pada sebuah bangunan berbentuk rumah yang bertulisakan Hotel. Ku coba masuk pada bangunan itu sambil berharap bisa bertemu dengan pemilik, pengurus, atau setidaknya resepsionisnya.

Tapi harapan ku sirna setelah panggilan-panggilan tidak dijawab, ku coba lagi mencari tempat lain dengan sedikit mempercepat gerakan ku. Jam telah menunjukkan pukul 15.30 tapi hasil wawancara belum ada sama sekali, kecemasan pun mulai muncul setelah sebelumnya sedikit reda akibat ditunjukkan rumah ketua pariwisata daerah tersebut.

Perjalanan terus ku lanjutkan hingga ku temukan sebuah tempat yang terdiri dari bangunan-
bangunan  dengan dibatasi oleh pagar yang melingkari bangunan-tersebut tersebut. “ini tempat apa?,” gumam ku dalam hati. KANTOR. Tertulis jelas pada kaca salah satu ruangan dari tempat itu. “itu kantor apa,” tanya ku penasaran dalam hati. Ku kira itu adalah kantor kepariwisataan dari tempat tersebut hipotesa ku lantas terbantahkan oleh apa yang ku lihat. Sebuah plang besar bertuliskan nama dari tempat itu berdiri tegak tepat di depan ku, alhasil ku ketahui bahwa tempat itu adalah sebuah Hotel.  

Dengan penuh keberanian ku coba memberikan diri untuk masuk ke tempat itu. berharap pada tempat itu ku bisa mendapatkan apa yang ku cari yaitu informasi.

“permisi,,, permisi,”panggil ku pada sebuah kaca berlubang. Muncullah seorang pria dari balik sekat. “Iya mas bagaimana?,” tanya nya ramah. “Maaf pak sebelumnya saya dari lembaga pers mahasiswa ingin wawancara, bisa pak?, balas ku. Kemudian pria itu memanggilkan temannya yang ternyata adalah pengurus dari hotel tersebut.

“Gimana mas?,” tanya pria pengurus hotel. “Mau wawancara pak.” Dia pun menyetujuinya dan terjadilah pembicaraan antara aku dengan pengurus Hotel tersebut hingga segala keingintahuan ku terjawab. “Alhamdulillah,” sela ku dalam hati.


Wawancara selesai, informasi didaptkan, seketika itu juga hujan reda. Dengan penuh kelegaan ku arahkan langkah ini kembali ke wisma untuk selanjutnya dibuat menjadi berita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About