Rabu, 10 Oktober 2012

Qada Tuhan

Unknown | Rabu, Oktober 10, 2012 |
kira-kira apa yang ada dibayangan para sahabat ketika mendengar kata "Qada"? mungkin bagi sebagian para sahabat ada yang tidak mengetahui apa itu Qada, Qada adalah ketentuan atau takdir. Jadi Qada Tuhan berarti takdir atau juga ketetapan Tuhan. Mungkin banyak diantara para sahabat yang menganggap Qada itu selalu buruk, tapi tidak pula selalu demikian. Yuk tanpa berpanjang-panjang lagi kita simak sepenggal cerpen berikut ini, cerpen ini dikutip dari Jendela Sastra. semoga bermanfaat :)

 Qada Tuhan

Ketika matahari merangkak naik dari peraduan, suasana masih hening dan kabut putih tebal mengitari rumah Anom yang masih senyap sunyi. Bunyi kokokan ayam jantan menggema, membangunkan seantero penghuni rumah nomor tiga belas. Seketika Anom terbangun dari tidurnya, lalu membuka horden jendela bahan dasar katun, dan beranjak membuka pintu utama. Udara pagi masuk menyisiri sudut ruangan. Matahari kian menyinari alam yang ditumbuhi tumbuhan hijau, berbagai rumput teki, dan ilalang melambai-lambai dari kejauhan sana. Suasana pagi ini benar-benar cerah, secerah hati Anom yang akan menempuh perjalanan camp ke gunung Rinjani. Anom lekas mengambil handuk untuk mandi. Pagi ini dingin sekali, namun demi melihat pemandangan gunung Rinjani yang indah permai, ia memberanikan diri melawan dinginnya air di musim paceklik. Detik kemudian usai mandi, Anom menggigil kedinginan. Ia tak menyadari itu lantas mengambil selimut tebal yang dipakai tidur semalam suntuk dan menutup tubuhnya dengan selimut berbahan dasar katun.

“Anom, ae naon atu pagi pisan mandinya?” tanya ibu.


Anom tak lekas menjawab sebab ia masih menggigil. Kedinginan. Ibu mahpum, dan lekas ibu membuat teh sari wangi untuk menghangatkan tubuh Anom kala itu. Tak banyak komentar Anom berucap matur nuwun kepada ibunya. Anom bercerita kepada ibu ihwal kegiatan camp bersama anggota Pramuka Gugus Depan 03-04 Kwarcab Mataram. Anom ingin memberitahu ibu semalam namun ia urungkan sebab ia tidak berani membangunkan ibu ketika ibu tertidur pulas. Ibu punya penyakit insomnia.

Perlengkapan camp sudah Anom siapkan tadi malam sebelum ia beranjak tidur, namun ketinggalan sapu tangan pemberian Samara gadis yang pedekate kepada Anom.  Suatu ketika ia mencuci beberapa pakaian kotor, tanpa ia sadari sapu tangan itu tidak sengaja tercuci dan entah kemana hilangnya ketika dijemur di terik matahari. Mungkin diambil orang atau tersapu angin kencang?. Sapu tangan itu fortune bagi Anom. Sapu tangan itu kisahnya bersama gadis bernama Samara, sekarang menempuh studi di Bandung. Mereka tetap menjalin komunikasi melalui hape, e-mail, bahkan FB-an.

Anom bertanya kepada ibu tentang keberadaan ayah. Singkat ibu menjawab ayah masih tertidur, sebab semalam fokus menggarap cerpen berjudul “Bolang”  diikutsertakan dalam lomba menulis cerpen tingkat provinsi seantero Nusa Tenggara. Ibu biasanya membangunkan ayah dengan aroma segelas kopi ABC kesukaan ayah, harumnya mudah dipahami Ayah. Ketika terbangun setengah sadar ayah masih sempoyongan, kopi ABC berkhasiat menghilangkan kantuk yang suntuk.

Anom bersama ayah mengendarai Shogun 125 R pamit  kepada ibu dan Rena adik Anom serta merta menuju posko perjalanan di Gedung Putih. Anom sedikit malu bertanya kepada ayah cikal pemahaman  tentang gunung Rinjani. Ayah berpikir sejenak lalu berkata “Menakjubkan, Nak. Tempatnya indah bak surga firdaus, hamparan sawah yang luas, kicauan burung nan merdu. Semua tercipta begitu indah.” Anom menghela napas panjang, ucapan ayah menyihir nalurinya. Anom senang bukan kepalang, dan ingin lekas menuju lokasi.

Sekita itu juga masih di tengah jalan ...

“Awas ayah!”  teriak Anom.

Mendengung teriakan itu membuat ayah kaget dan tepat di telinga kiri ayah menggema begitu keras walau helmet Ink terpakai erat di kepala ayah. Sebuah Sedan merah menabrak tiang listrik di jalan berhotmik. Bunyi bel keras sekali. Terlintas kening pak sopir menempel tepat di bel pengendali. Sopir itu pingsan dengan darah mengalir dari hidung peseknya. Sopir itu pria baya, berparas tampan, dan bertubuh kekar. Setelah sopir itu dikeluarkan lantas Taxi dihentikan, sopir itu dimasukkan ke dalam Taxi, dan sopir Taxi banting stir menuju rumah sakit terdekat.  Kami tidak menyadari seketika dari bawah sedan merah itu ada sesuatu yang menetes. Tetesan bensin akibat hantaman keras. Detik kemudian menimbulkan suara gemuruh dan jago merah melahap sedan itu.  Kami kaget sejadi-jadinya.

“Ya Tuhan, untung sopir itu cepat dikeluarkan,” batin Anom.

Di pagi itu suasana kota tampak geger sebab terjadi kecelakaan tak terduga dan lalu lintas macet total. Polantas menuju lokasi perkara, Anom dan ayah menuju rumah sakit  untuk melihat follow up sopir yang naas itu. Di rumah sakit Anom mencari tahu, gerangan apa yang terjadi?.

Innalillahiwainnailaihirajiun.” batin Anom.

Anom melihat suster baru saja menutup seluruh tubuh sang sopir dengan kain mori. Sopir itu telah menghadap Rabbnya. Sungguh malang nasib sopir itu. Setelah diselelidiki nama sopir itu Sahlan bekerja di PT. Batavia Air. Selintas pertanyaan muncul dibenak bagaimana reaksi keluarga jika mengetahui kejadian ini? Mereka tentunya terpukul atas apa yang terjadi. Pihak rumah sakit mengabarkan keluarga korban dari identitas pribadi Sahlan. Sayup-sayup terdengar suara wanita, serak-serak basah.

“Maaf bu, dengan keluarga Sahlan?” tanya suster via seluler.

”Ya, saya istrinya.”

”Suami Anda kecelakaan, Bu. Sekarang di rumah sakit. Maaf, Bu nyawanya tak mampu kami selamatkan. Bisakah Ibu ke sini?”

”Apa...!”

Betapa kaget istri Sahlan sebelum sempat ganggang telepon ditutup lantas segera menuju rumah sakit menggunakan Taxi. Sebelum musibah itu terjadi, istri Sahlan menerima firasat buruk. Semisal foto Sahlan yang ditempel di dinding kamar terjatuh dadakan, dan kaca foto pecah berkeping-keping. Ia bermimpi Sahlan mencium keningnya dan melambaikan tangan hendak pergi. Isak tangis wanita itu tak dapat dibendung lagi, histeris. Butiran kristal jatuh melewati pipinya yang kusut. Ini musibah yang harus dihadapi dengan kepala dingin dan segala kehendak adalah milik-Nya.

Kami hanya bisa diam mematung. Alroji ayah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit, Anom telat setengah jam ke lokasi. Ia berpamitan dengan berucap :

”Kami turut berduka cita atas kejadian itu. Kami harus pergi.”

”Pergilah! Aku akan mengurusi semua. Terima kasih atas simpati kalian,”  ucap istri Sahlan sekenanya.

Kami lantas meninggalkan rumah sakit dengan perasaan sedih bercampur haru.
Di tengah jalan ketika mengendarai Shogun 125 R Anom bertanya kepada ayah sekilas kejadian yang baru saja terjadi?

“Ini sudah kehendak-Nya,” jawab ayah.

Detik kemudian mereka sampai ke lokasi, Anom mengucap matur nuwun kepada ayah. Anom memasuki aula gedung putih dan terlihat teman-temannya sedang berbenah karena mereka akan berangkat ke gunung Rinjani tepat jam sepuluh tepat. Anom absen beberapa menit. Sebelum masuk aula Anom sempat mengucapkan salam, namun samar-samar terdengar jawaban salam. Semua mata tertuju padanya, Anom tak ambil peduli dan duduk di tempat yang telah disediakan. Waktu itu pukul sembilan lebih lima belas  menit dan masih ada beberapa menit lagi sebelum peserta benar-benar menuju ke lokasi camp, gunung Rinjani.

“Anom, kenapa telat datang?” tanya Rahmat.

“Ada musibah di jalan raya, Mat?”

“Musibah apa gerangan? selidik Rahmat.

“Tabrakan.”

Innalillah. Lantas?”

”Korbannya wafat.”

Sungguh, segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya. Jodoh, rizki, kematian adalah qada Allah, kita hanya pasrah.

“Ya, kau benar, Mat.”
Rahmat adalah tipe teman yang penuh perhatian dan supel dalam bergaul, tak dapat dipungkiri kalau ternyata ia memiliki banyak teman sehingga ia dipilih menjadi pratama putra.

“Rahmat, bagaimana dengan perbekalanmu?” tanya Anom.

“Oh.... beres,“

”Mat, aku masih bingung besok kalau kita sudah berada di tempat camp, gunung Rinjani apakah kita mampu bertahan hidup selama tiga hari? Setahuku di sana udaranya teramat dingin. Mencekamkan.”

”Tak perlu risau, sobat semua sudah dipersiapkan. Kita berdoa saja semoga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan”

”Kau benar. Oh ya, aku belum melihat Ayu. Kemana dia?”

”Berbaliklah! Ia baru dari jamban dan ia berada tepat dibelakangmu”
Seketika itu juga Anom menoleh melihat gadis yang ia kagumi namun ia tidak memiliki rasa, karena ia hanya memiliki rasa kepada gadis bernama Samara. Anom melambaikan tangan dan melepas senyum simpul persahabatan dan seketika itu juga Ayu membalasnya dengan manja.

to be continue
sumber http://www.jendelasastra.com/karya/prosa/qada-tuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About