Kamis, 05 Juli 2012

My Story

Unknown | Kamis, Juli 05, 2012 |




Tidak terasa telah hari jumat. Dan seperti biasa semua umat muslim berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan ibadah wajib bagi umat muslim. Begitu pun dengan saya, setiap jum’at saya pergi ke masjid untuk menjalankan ibadah sholat jum’at.
Hari ini cuaca begitu panas hingga aku tak mampu membuka mata lebar-lebar, karena silau matahari yang begitu menyengat. Walau demikian aku harus tetap menjalani ibadah wajib ini.
Sebelum berangkat, dengan tergesa-gesa saya pergi ke kamar mandi dan mulai membasahkan seluruh tubuh. “byuur ,,, byuur “ riuh suara air. Seusai mandi dengan segera aku mengganti pakaian. Setelan koko dan jeans hitam menjadi pilihan saya. 

Setelah siap, saya pun bergegas pergi ke masjid. Karena masjid di depan rumah sedang di renovasi besar-besaran maka aku memilih sholat di masjid lain. Aku berangkat dengan bapak.
Karena waktu telah mepet maka kami memutuskan untuk sholat di masjid As-salam. Masjid yang cukup kecil dibandingkan dengan masjid lain, tapi memiliki fasilitas yang lumayan mewah. Pendingingin ruangan yang dipasang rapi di dinding-dinding  masjid yang begitu banyak, serta lantai yang terbuat dari marmar, membuat masjid ini begitu nyaman. Tapi, karena kami datangnya terlambat maka dengan terpaksa hanya bisa mendengar khotib berkhotbah dari luar masjid saja. Walau sedikit panas, tapi tidak terlalu masalah.
Sambil mendengar khotbah dengan tenang. Tiba-tiba aku teringat pada beberapa bulan silam. Tepatnya pada saat bulan ramadhan. Tiba-tiba pikiran itu terlintas kembali, ingatan yang sebenarnya tidak sengaja terungkap kembali.
Ku teringat. Dulu ketika bulan puasa tepatnya setelah berbuka puasa di warung pinggir jalan. Aku mengajak temanku untuk sholat maghrib di tempat ini. Di masjid yang saat ini ku singgahi.
Berawal ketika aku mulai mengenalnya dari jejaring sosial, facebook. Tepatnya pada bulan Juni tahun lalu, pada awalnya sebenarnya aku tak mengenalnya sama sekali. Dengan keisengan ku, aku mencoba mencari teman baru dengan mengirimkan pesan obrolan padanya. Assalamualaikum. Sebuah kata sapaan sederhana yang sering ku katakan ketika akan mengawali perbincangan.
Wa alaikumsalam. Sepatah kata yang tertulis pada pesan masuk ku. Dalam hati ku, pesan ku di respon juga walau hanya sepenggal kata .wa alaikumsalam. Dengan semangat aku kembali membalas pesannya tersebut. “Apa kabar?”, aku mencoba memancingnya dengan berbasa basi. Walau mugkin kurang pas karena kenal aja belum, main Tanya kabar aja. Tapi tak kuperdulikan pikiran itu.
Tiba-tiba ia pun membalasnya dengan kata. “Baik, kamu  Ridho ya?”, sejenak aku heran. Apa dia mengenaliku?, tapi kok aku tak mengenalinya?. Kutelusuri aja lebih jauh. Gumamku dalam hati.
“ kamu kenal saya ya?”, balasku.
“ia,, kamu temannya Santi kan?”, tanyanya padaku.
“ia, kamu kenal Santi juga?”
“ia saya sekelas sama dia”
“oh” dalam hati aku mulai tahu kenapa dia mengenaliku.
“kamu kenal saya?, Tanya ku padanya”
“tidak sih, Cuma waktu pesantren kilat Santi pernah tunjukan kamu ke saya”
“oh begitu”.
Setelah mendengar pengakuannya itu aku semakin penasaran saja dengan perempuan yang baru ku kenal ini. Perbincangan pun terus berlanjut hingga aku dikasih nomor ponselnya, dan aku pun berjanji untuk menghubunginya.
Aku harus menyudahi bermain facebook, karena harus mengikuti pelatihan catur. Seusai mengikuti pelatihan, aku langsung bergegas ke rumah  karena memang hari telah gelap.
Sesampai di rumah, aku melihat jam didinding hampir pukul 7. Dengan segera aku mengambil air wudhu dan segera sholat maghrib. Setelah sholat. Aku teringat dengan wanita yang baru ku kenal itu, dengan sigap aku lantas mengambil ponsel N97 ku dan ku coba untuk menghubunginya via sms.
“assalamu’alaikum, ini sofi ya?”
Tidak lama kemudian, ponsel ku pun berdering menandakan ada pesan baru masuk. Dengan segera ku baca pesan singkat itu.
“wa alaikmsalam, iya ini ridho ya?”,sebuah tulisan pada layar ponsel ku.
“iya, tolong di save ya nomor ku?”, pinta ku padanya.
“iya sama-sama”.
Perbincangan pun berlanjut. Dan aku pun mulai mengakrabkan diri dengannya, sms-an pun berlangsung hingga beberapa puluh pesan masuk dan keluar.
Kedekatan kami pun semakin berlanjut, setiap hari ku sempatkan diri untuk mengirimkan pesan kepadanya. Meskipun terkadang ku biarkan tidak menghubunginya terlebih dahulu, dan berharap ia mau bertukar peran. Taktik ku pun sukses, kini ia jadi begitu sering menghubungi duluan, meski hanya via sms. Tapi saya rasa itu adalah komunikasi yang baik, karena dengan sms kita masih bisa berkomunikasi padanya, tanpa mengganggu aktifitasnya.
Sejak perkenalanku pertama kali dengannya. Aku menjadi sering membuka jejaring social facebook. Dan hanya untuk melihat status-status terbarunya. Sesekali aku melihat foto profilnya. Dan kulihat dirinya. Dia ini, cocok tidak buat saya?, pikiran itu mulai muncul seiring keintiman komunikasi yang terjalin dengannya.
Hari demi hari pun berlalu, dengan terus selalu menjalin komunikasi dengannya. Walau sebenarnya saya merasa aneh dengan hubungan ini. Karena kita bisa seakrab ini, walau belum pernah bertatap muka sebelumnya.
Lama kelamaan mulai ada perasaan suka padanya. Tapi aku masih mencoba untuk menahannya, aku ingin memastikan dulu apakah memang dia adalah orang yang di facebook itu atau bukan. Aku memang kini lebih memilih pacar, bukan karena aku mencari yang sempurna. Melainkan aku pernah menjalani hubungan pacaran tanpa pernah bertemu sebelumnya. Alhasil ketika bertemu, aku sedkit kecewa dengan pilihanku itu. Walau bagaimana pun aku tidak boleh menghapus memori tentangnya wanita yang pernah ada dalam hidupku. Meski hubungan pacaran diantara saya dengannya cukup hambar.
Tanpa disadari, bulan ramadhan pun tiba. Semua umat muslim menyambutnya dengan suka cita. Mungkin berbeda dengan saya, saya hanya membiarkan waktu berjalan hingga terbit fajar, dan makan sahur seperti umat muslim lainnya.
Hari pertama, kedua, ketiga terus bergulir. Ku lihat orang-orang pun mulai menyibukan diri mereka masing-masing. Mereka mulai membuat janjian dengan pacarnya untuk bukber, sebuah istilah yang digunakan untuk meyingkat kata buka bersama.
Hal yang sama juga ku coba lakukan pada wanita yang sedang ku dekati ini. Sambil ku mencoba mendekatinya lebih personal. Aku ingin tahu sebenarnya seperti apa dirinya. Apakah cantik?apakah jutek? Atau?. Lantas aku mengambil ponel N97 ku dan sms kepadanya. Kata “assalamualaikum” ku tulis dan ku kirim padanya.
Tiba tiba selang beberapa menit, ia membalas pesan ku. “ wa alaikum salam, apa kabar?”
“kabar baik, kamu sendiri gimana?”, Tanya ku padanya.
“baik juga”
Perbincangan pun mulai berlanjut, hingga akhirnya aku Tanya kan niat ku padanya untuk mengajaknya bukber. Awalnya ia bingung mengenai kapan, dan dimana?. Tapi  aku terus meyakinkannya dengan memberi kepastian waktu dan tempat.
Aku pun sempat bingung, apakah aku menjemputnya di rumahnya, atau di dekat rumahnya. Tapi hal itu belum kutanyakan ku biarkan hingga sudah waktunya untuk ku jalan dengannya. Pada awalnya, Aku sebenarnya hanya iseng-iseng mengajaknya untuk jalan dengan ku, ku pikir dia belum mengenaliku maka tak mungkin ia mau menerima ajakan ku itu. Tapi ternyata semua di luar dugaan, ia mau dan tanpa memberi syarat aneh-aneh.
Hari pun berlalu dengan begitu cepat. Hingga akhirnya sampai pada hari dimana aku akan mengajaknya buka bareng dengan ku.
Sekitar pukul 4 sore, ia meng-sms ku dan memastikan kepastian apakah kita(saya dan dia) jadi jalan atau tidak. Dengan yakin aku memastikan tentang niatku itu.
Aku pun menanyakan dimana aku menjemputnya. Ia bilang tidak usah karena ia mau membawa motor sendiri, ia mau membeli beberapa barang jadi ia mau pergi duluan ke salah tempat perbelanjaan di kota ku.
Dengan santai, aku menunggu waktu hingga pukul setengah enam sore dan kemudian aku bergegas mandi, rencana ku dalam hati.  Tanpa ku sadari waktu telah lewat sepeluh bahkan hampir lima belas menit dari jam setengah enam. Dengan tergesa-gesa aku pun berlari ke kamar mandi dan mandi dengan begitu cepat.
Setelah mandi aku lantas mencari pakaian yang akan ku pakai beserta jeans dan jaket yang menjadi ciri ku, tak lupa ku pakai. Kulihat pada layar ponsel ku, ada tiga   pesan yang belum di baca. Dengan cepat ku buka, dan ternyata semua darinya yang menanyakan tentang keberadaan ku. Aku pun dengan cepat cepat membalas “iya tunggu, dikit lagi nyampe”.
Dengan cepat, ku ambil kunci motor dan ku bergegas pergi ke sebuah tempat perbelanjaan mall. Dalam hatiku aku masih bingung dengan wajahnya walau aku sering melihat wajahnya di profilnya. Tapi aku tidak terlalu khawatir, karena ia telah katakan kalau ia mengenakan jilbab hitam baju merah dan celana hitam, ia juga bilang tunggu di depan sebuah tempat perbelanjaan.
Ku lihat hari telah gelap, dan sedikit gerimis. “wah harus cepat nih, nanti keburu berbuka”, gumam ku sambil tetap mengendarai motor sky drive merah ku.
Sampai di sebuah tempat perbelanjaan dengan pelan ku masuki tempat  parkir dan ku susuri hingga ke depan sebuah tempat perbelanjaan. Sejenak ku berhenti melihat wanita dengan ciri yang sama sedang berdiri berteduh di depan pintu masuk utama sebuah tempat perbelanjaan. Dalam hati apakah dia?, hendak ku mengeluarkan ponsel ku dan menghubunginya. Tapi sepertinya ia telah mengenaliku.
Ia pun melambaikan tangan, dan menghampiriku ku. Sesampainya, tanpa basa basi langsung ku ajak dia untuk pergi cari tempat buka. Karena kulihat hari telah begitu gelap. Tapi secara samar-samar ku dengar masjid masih mengaji.
Dalam perjalan ku coba mencairkan suasana dengan mengajaknya ngobrol. Obrolan ku hanya di jawab apa adanya olehnya. Mungkin karena ia masih canggung dengan ku, orang yang baru ia ketemui.
Tanpa terasa, kita telah sampai di depan madrasah aliyah. Dan tempat berbukanya ada di seberang jalan, yaitu bubur ayam yang pula bergandengan dengan gerobak siomay Bandung. Dengan cepat ku jalankan motorku dan memutarnya. Kemampuan balapku yang apa adanya pun ku keluarkan, meski tetap mengutamakan keselamatan.
Sesampai di tempat itu. Langsung ku parkirkan motor ku di belakang tenda bubur ayam. kemudian masuk ke tempat itu. Disana hanya ada penjaganya dua orang. Ia melihat kami seperti keheranan. Sesekali ia melempar senyum kepada temannya. Aku tak menggubrisnya dan tetap duduk dengan tenang.
Ku pesan kan dua porsi bubur ayam dan air jeruk hangat. Sebuah menu yang cukup murah meriah. Ku minta agar membuatkan minumannya terlebih dahulu karena ku dengar adzan magrib telah berkumandang dari sebuah radio kecil yang dimiliki tukang bubur.
Air minum pun datang, dan dengan segera aku berbuka dan melepaskan dahaga ku. Begitu pula dengannya ia tampak menikmati segelas air jeruk hangat itu. Hujan yang sedari tadi turun, masih belum berhenti hingga suasana yang tercipta menjadi agak dingin.
Tak berapa lama kemudian. Bubur ayam-nya pun datang. Dengan segera kami menyantapnya sambil di selingi obrolan-obrolan ringan yang terjadi diantara kita. Tampak beberapa orang lantas masuk ke tempat kita makan dan turut meramaikan tempat ini. Mereka tampak keheranan melihat kita berdua, tapi itu semua hanya sesaat.
Dalam perbincangan itu, aku mulai merasa nyambung dengannya dan ku tangkap.  Kalau dia orangnya begitu sopan dan tidak berlebihan atau biasa orang sebut dengan istilah lebay.
Kami melanjutkan makan dan sesekali ada tawa yang keluar dari mulut kami. Semua berjalan dengan begitu saja dan sepertinya ia mulai tidak canggung mengobrol dengan ku. Tapi ada sedikit keanehan yang kurasa. Aku menjadi tidak bernafsu makan, dan kurang selera. Padahal bubur ayam ini. Merupakan bubur ayam favoritku.
Setelah makan, ku bayar bubur dan air jeruknya lantas kami meninggalkan tempat itu dan mencari masjid terdekat untuk kami bisa shalat magrib. Berhubung waktu shalat hampir habis maka dengan segera kami mencari masjid terdekat. Walau hujan masih turun dan membasahi tapi kami tetap jalan.
Di dalam perjalan Ku bertanya padanya.
“mau sholat dimana?”,
“terserah”
Sejenak ku bepikir.
“di as-salam aja ya?”, tawar ku.
“itu dimana?”,
“di di dekat-dekat sini juga!”, balasku ringan.
“iya deh.”
Dengan segera ku arah kan motor merah ku ke arah masjid Ar-as-salam. Hujan pun telah membasahi sebagian jaket ku, tapi tidak terlalu masalah bagiku. Karena hujannya hanya gerimis walau sedikit lebat.
Sesampai di sana, ku parkirkan motorku dan kami berdua turun. Di sana masih ada beberapa orang yang baru selesai berbuka puasa dan sholat maghrib berjamaah. Mereka lagi-lagi menatap kami dengan tatapan yang sepertinya bingung.
Segera saja ku lepas sandalku dan ku pergi ke belakang masjid untuk mengambil air wudhu. Setelah mengambil air wudhu aku kembali ke masjid dan hendak melaksanakan sholat. Kulihat masjid begitu sepi, hanya penjaga masjid yang sedang mengepel bagian luar masjid, pendingin ruangan juga mereka nyalakan. Membuat suasana begitu dingin dan hening. Ku lihat jam digital yang terpasang di dinding masjid menunjukan pukul 19.00 . Dengan segera langsung saja ku turuti niat awalku. 
Setelah selesai sholat, aku sejenak berdoa dan setelah itu pergi meninggalkan masjid. Dari luar kulihat ia masih shalat dengan begitu khusyuk dengan mukena cokelat yang dibawanya. Sambil menunggu aku berdiri di luar sambil berteduh, karena hujan tak kunjung berhenti bahkan semakin lebat, walau hanya gerimis.
Setelah beberapa saat ku menunggu ia pun selesai dan merapihkan mukena coklatnya. Setelah selesai ia keluar meninggalkan masjid dan menghampiriku.
“sudah?”, Tanya ku padanya.
“ia”, sambil mengangguk.
“mau langsung pulang atau tunggu hujan reda?”
“pulang aja udah”, balasnya ringan.
“ya sudah kalau begitu”
Aku kemudian pergi mengambil motor, dan di ikutinya dari belakang. Aku menyalakan motor ku dan langsung meninggalkan masjid. Meskipun hujan masih mengguyur. Ku antarkan ia ke motornya, di sebuah tempat perbelanjaan mall.
Setelah kejadian itu kedekatan ku padanya semakin terjalin baik. Hingga suatu ketika. Hubungan ku dengan nya lama kelamaan semakin kendor dan akhirnya hilang kontak diantara kami. Terakhir ku ketahui ia sedang dekat dengan teman sekelasnya. Dan kini telah benar – benar menjadi pasangannya.    
 “allahu akbar,, allahu akbar,asyhadu alla ilaha ilallah”, suara qomat  berkumandang. Aku terbangun dari lamunan ku yang begitu panjang. Hingga tak kusadari aku melewatkan khutbah. Orang-orang tampak mulai berdiri dan maju memenuhi ke saf-saf depan, dan dengan segera aku lantas berdiri serta merapatkan saf pula.
Tatkala semua saf telah rapih. Ku dengar imam mulai bertakbiratul ikhram. “allahu akbar”. Suasana kembali hening dan terfokus pada suara imam. Tapi, aku masih belum bisa menghilangkan pikiranku tentang kisahku itu, yang hanya menjadi kisah tak yang tak bermakna.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Search

Blogroll

goresan pena. Diberdayakan oleh Blogger.

About